“Wong saya yang nangani kok. Hidden debt kalau dibilang G to G, ini tidak ada. Itu B to B,” lanjutnya.
Namun, ternyata proyek kereta cepat menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutupi pembengkakan biaya. Padahal di awal, pemerintah berjanji untuk tidak menggunakan APBN, tapi meskipun begitu proyek ini tetap dianggap masih memakai skema B to B.
Sementara itu, Anthony Budiawan menggaris bawahi judul berita dari Kompas ini, yaitu ‘Ironi Kereta Cepat: Ngotot Diklaim B to B, Tapi Pakai Duit APBN’. Ia menarik kesimpulan terkait dengan pernyataan Luhut yang tetap kukuh menganggap proyek kereta cepat memakai skema B to B, padahal menggunakan APBN.