spot_img
Selasa, April 30, 2024
spot_img

Kilas Balik 23 Tahun Lalu Presiden Gus Dur Tetapkan Hari Raya Imlek Sebagai Hari Libur

 

KNews.id – Jakarta , Hari ini 23 tahun silam, tepatnya 9 April 2001, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur di Indonesia bagi yang merayakan atau fakultatif.

- Advertisement -

Tindakan ini merupakan sebuah keputusan revolusioner mengingat di Orde Baru, perayaan Imlek di tempat-tempat umum dilarang.

Kilas Balik Tahun Baru Imlek Sebagai Hari Libur

Penetapan Imlek sebagai salah satu hari libur di Indonesia berlangsung pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, tepatnya pada 9 April 2001. Kendati demikian, penetapan tersebut memiliki kisah yang panjang.

- Advertisement -

Selama lebih dari 30 tahun, yakni 1968-1999, orang Tionghoa Indonesia harus merayakan Tahun Baru Cina secara tertutup. Ketetapan ini dituangkan dalam Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 14 tahun 1967. Seperti diketahui, instruksi tersebut menetapkan seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.

Aturan-aturan diskriminatif komunitas Tionghoa mulai dicabut ketika Reformasi 1998 bergulir. Keterbukaan terhadap komunitas Tionghoa semakin menguat di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada 2000, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967, dan mengeluarkan Ketetapan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000.

- Advertisement -

Keppres tersebut menjadi bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat mereka, termasuk upacara keagamaan seperti Imlek secara terbuka. Dikutip dari Nu.or.id, hal itu sebagaimana disebutkan pada poin kedua dan ketiga dari Keppres tersebut.

Kedua: Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, semua ketentuan pelaksanaan yang ada akibat Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina tersebut dinyatakan tidak berlaku.

Ketiga: Dengan ini penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana berlangsung selama ini.

Ada pertimbangan khusus yang menjadi alasan Gus Dur menetapkan Hari Raya Imlek. Peneliti Abdurrahman Wahid Centre for Peace and Humanities (AWCPH) Universitas Indonesia, Abdul Aziz Wahid, mengatakan maqasid syariah (tujuan diterapkannya syariat) menjadi pertimbangan utama Gus Dur dalam membolehkan kembali perayaan Imlek secara terbuka dan menetapkannya sebagai hari libur nasional.

“Gus Dur dari dulu lebih mengedepankan segi kemanusiaannya, bukan hanya semata segi formalistis kaidah-kaidah keagamaan Islamnya saja, kaidah fiqihnya saja. Maqasidus syariahnya dikedepankan,” kata Gus Aziz, sapaan akrabnya Ahad, 3 Februari 2019.

Di samping itu, Gus Dur juga, kata Gus Aziz, melihat hubungan historis masyarakat Cina dengan Nusantara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang panjang. Kontribusi masyarakat Tionghoa di bidang ekonomi, keuangan, dan perdagangan, menurutnya, juga cukup besar.

“Itu diperhitungkan oleh beliau dan kemudian dijadikan hari libur nasional,” ujarnya.

Selanjutnya, Gus Dur menindaklanjuti keputusannya dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif, berlaku bagi mereka yang merayakannya, berdasarkan Keputusan Nomor 13 tahun 2001 tentang penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif. Pada 2003, di bawah kepemimpinan Presiden Megawati, keputusan ini ditindaklanjuti dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional.

Berkat kebijakan Gus Dur tersebut, pada 10 Maret 2004, bertepatan dengan hari Cap Go Meh di Klenteng Tay Kek Sie, masyarakat Tionghoa di Semarang memberikan julukan sebagai “Bapak Tionghoa” kepada Gus Dur.

(Zs/Tmp)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini