“Berdasarkan Undang-Undang, pinjaman yang membebani keuangan negara itu persetujuan DPR. Kalau misalnya dipenggal itu, di tengah jalan masuk agenda bilateral multilateral,” ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Oleh sebab itu, kewajiban pelaporan ini menjadi salah satu kesimpulan rapat dengar pendapat yang dilakukan Komisi XI dengan DJPPR. Termuat dalam poin 4 yang berbunyi DJPPR menyampaikan rencana pengadaan pinjaman program dan/atau proyek untuk tahun anggaran berikutnya pada saat pembahasan APBN.
Kesimpulan ini pun telah disepakati Dirjen PPR Suminto. Meski demikian, ia menekankan, proses pinjaman luar negeri sebetulnya sangat panjang dimulai dari Badan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selain itu, tidak mungkin satu per satu pinjaman harus meminta persetujuan DPR karena telah dibahas saat pembahasan APBN.
Dalam proses penarikan pinjaman itu, menurut Suminto juga sudah mulai dibahas oleh Bappenas melalui penyusunan blue book atau long list, yang kemudian dimasukkan ke green book atau short list bagi yang sudah siap eksekusi. Setelah masuk ke green book, Kementerian Keuangan baru melakukan transaksi dengan lender.