“Apalagi Jokowi yang harusnya netral, malah mengkampanyekan si rambut putih/uban (Ganjar ?) dan menyindir muka halus dan kerling (Anies?). Apa urusannya Jokowi dengan semua itu. Akhirnya pernyataan Jokowi menjadi bahan olok-olok masyarakat,” papar Sholihin.
Sholihin mengatakan, para “penyembah” Jokowi karena sudah diberi “sesuatu” dari awalnya sehingga menjadi kebiasaan sampai “mengkultuskan” (seperti kepada raja), seolah tidak peduli bahwa orang yang disembah mau membawanya ke jurang (kehinaan).
“Mereka tidak ada bedanya dengan kaum musyrikin penyembah berhala di zaman dulu. Berhala itu sebenarnya tidak bisa apa-apa tapi karena sudah tersesat, mereka terus saja menyembahnya,” jelas Sholihin.
Kata Sholihin, motif para “penyembah” Jokowi tentunya macam-macam, seperti : karena uang, jabatan, kekuasaan, popularitas, atau takut akan ancaman penguasa.