spot_img
Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

Nih! Cara Bisnis Orang China Agar Kaya & Bisa Kuasai Dunia

KNews.id – Beberapa waktu lalu ramai pernyataan Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), yang menyebut lebih dari 50% ekonomi Indonesia dikuasai oleh penduduk etnis China. Kalla memaparkan kalau penduduk Tionghoa di Indonesia sukses menguasai ekonomi lebih dari 50% meski populasinya hanya 4,5%.

Lebih lanjut, JK menyebut tidak ada yang salah dari penguasaan ekonomi oleh etnis China. Masalahnya hanya terjadi pada masih minimnya minat orang Indonesia yang menjadi pengusaha.

- Advertisement -

Pernyataan JK tersebut pada dasarnya memang benar. Banyak penduduk keturunan Tionghoa yang sukses membangun bisnis hingga terus diwariskan lintas generasi. Tak sedikit pula dari mereka yang menorehkan nama di jajaran orang terkaya. Di Indonesia, misalkan,  dari daftar 10 orang terkaya tahun 2022 versi Forbes, hanya Chairul Tanjung dan Sri Prakash Lohia saja yang bukan keturunan Tionghoa.

Lantas, apa resep rahasia mereka bisa sukses dalam berbisnis?

- Advertisement -

Jika melihat kisah kesuksesan keturunan Tionghoa, mereka punya pola yang sama: pergi dari China, sampai di negeri orang, menjalin bisnis, dan kaya raya.

Menjadi kaya raya pada dasarnya memang tujuan orang Tionghoa. Mengutip The Dragon Network (2013) karya A.B Susanto, dalam komunitas Tionghoa akumulasi kekayaan diartikan sebagai standar kejayaan seseorang atau keluarga.

- Advertisement -

Menjadi kaya adalah sumber dari segala keistimewaan dan status. Oleh karena itu, orang Tionghoa rela kerja lembur bagai kuda untuk mengejar kekayaan. Mereka percaya proses tidak akan mengkhianati hasil.

Untuk meraih itu semua, kebanyakan orang Tionghoa, sadar atau tidak, terpengaruh ajaran Konfusianisme. Hal inilah resep utama kesuksesan mereka. Konfusianisme adalah ajaran yang menyebar di Asia Timur, khususnya China, yang dilahirkan oleh filsuf China bernama Kongzi.

Dalam ajaran tersebut ada lima etika, antara lain Ren (kemanusiaan), Yi (kebenaran atau keadilan), Lie (kesopanan atau tata krama), Zhi (pengetahuan), dan Xin (integritas). Jika seluruhnya dijalankan maka akan lahir sikap kebajikan seperti keberanian, adaptabilitas, kepercayaan diri, kedisiplinan, motivasi kuat, kejujuran, kreativitas dan visioner.

Selain itu, Konfusianisme mengharuskan pula seseorang untuk melakukan peran dan fungsinya di dalam masyarakat dan tidak mengganggu jalannya peran dan fungsi orang lainya. Alias, fokus pada usaha sendiri.

Artinya, pedagang sebagai pedagang, tidak bisa pedagang memegang peran sebagai raja. Namun, bukan berarti tidak diperbolehkan menjalin relasi.

Lebih lanjut, Irene dan Rosalie dalam Achieving Business Success in Confucian Societies: The Importance of Guanxi (Connections) (2016) menyebut, justru relasi atau Guanxi menjadi aspek penting dan pembuka rezeki.

Guanxi digambarkan sebagai hubungan pribadi antar dua orang yang terjalin karena saling membutuhkan yang hasilnya berupa simbiosis mutualisme. Kedua orang tersebut tidak harus punya status sosial serupa. Kelak, jalinan yang tercipta akan membuat orang Tionghoa mendapat keuntungan karena semakin dikenal, salah satunya membuat bisnisnya moncer.

Singkatnya, bagi orang Tionghoa berkenalan adalah aspek penting, meskipun tidak semua hasil perkenalan berakhir keuntungan.

Pengusaha Sudono Salim bisa jadi contoh penting. Pendiri Salim Group ini banyak berkenalan dengan orang lain, baik itu dari kaum elite, pengusaha, atau orang biasa. Pertemuan Salim dengan Soeharto, Mochtar Riady, Ciputra, Tahir, dan berbagai orang lainnya sukses melahirkan kerajaan bisnis yang sangat besar.

Setelah memegang ajaran Konfusianistik dan membangun relasi, langkah selanjutnya kata A.B Susanto adalah memperkuat keluarga.

Dalam pandangan tradisional China, berhasil mengharumkan nama keluarga adalah kejayaan luar biasa. Maka, tiap orang tua pasti akan mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai kebajikan agar anaknya dapat menjaga atau membesarkan kejayaan keluarga.

Keluarga adalah hal yang harus dilindungi. Karena inilah bisnis orang Tionghoa sejatinya adalah bisnis keluarga. Para orang tua yang sukses membangun bisnis memiliki kewajiban untuk mengajar anak-anaknya.

Tak heran kalau perusahaan besar di Indonesia terus dipegang oleh keluarga inti dari generasi ke generasi. Pendirian bisnis keluarga juga bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh keluarga.

Lalu yang tak kalah penting dan harus menjadi dasar adalah menghormati leluhur. Setiap orang Tionghoa diharuskan menghormati orang tua dan leluhurnya. Tidak boleh menjelek-jelekan mereka. Jika sudah sukses diharuskan pula untuk membangun kampung halamannya. Apabila tidak dilakukan, dikhawatirkan kehidupannya akan sulit dan tidak berkah. (Zs/CNBC)

 

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini