spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

Memperkuat Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan

Oleh: Anto Prabowo, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan

KNews.id- Sebelum krisis finansial Global 2008 terjadi di, Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan belum menjadi Fokus utama dari para regulator di dunia. Regulasi pada sektor jasa keuangan didominasi oleh regulasi Prudensial yang berfokus pada aspek kelembagaan dan aspek kesehatan finansial lembaga jasa keuangan.

- Advertisement -

Krisis finansial Global kemudian mengubah fokus para pembuat kebijakan di berbagai negara,  terus di G20.  regulator dan pengawas sektor jasa keuangan berupaya mengintegrasikan pengawasan berbasis Prudential yang berdasar pada prinsip kehati-hatian dengan pengawasan market conduct  (perilaku lembaga jasa keuangan) yang berfokus pada aspek perlindungan konsumen guna menciptakan sektor jasa keuangan yang akuntabel ( Ot-ker-Robe&Podpiera, 2013).

Perekonomian dunia saat ini juga sedang menghadapi era cara VUCA: volatility ( volatilitas)  uncertainty ( ketidakpastian),  complexity ( Kompleksitas), dan ambiguity ( ambiguitas).  era ini menyebabkan perubahan Kian cepat serta keadaan semakin Kompleks, masa depan semakin sulit untuk diprediksi dan penuh ketidakpastian.

- Advertisement -

Seiring dengan pertumbuhan industri jasa keuangan yang pesat, jenis serta variasi dari produk dan jasa keuangan juga semakin inovatif.  pelaku usaha jasa keuangan ( PUJK)  selalu berupaya meluncurkan produk baru kepada konsumen.

Situasi ini membuat dinamika di dalam industri jasa keuangan semakin kompleks (complexity). Banyaknya penawaran produk dan jasa keuangan baru itu juga membuat konsumen mengalami information overload padahal, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah.

- Advertisement -

Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia (SNLKI)  pada 2019 menyatakan,  tingkat literasi masyarakat baru mencapai 38,03% dengan tingkat inklusi sebesar 76, 19%.

Selain itu, terdapat perbedaan tingkat literasi dan inklusi keuangan. angkanya, di wilayah perkotaan sebesar 41,41% dan 8 3,60%,  dan pedesaan 34, 53% dan 68,48%.

Faktor rendahnya tingkat literasi menjadi salah satu penyebab munculnya kasus pengaduan dan sengketa konsumen. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki ekspektasi tertentu terhadap produk atau jasa keuangan yang dibeli, tanpa memahami risiko atau komitmen terhadap produk tersebut.

Hal tersebut mendorong nasabah untuk menyetujui kontrak perjanjian dengan lembaga jasa keuangan walaupun belum memahami secara utuh klausul-klausul yang diperjanjikan.

Padahal, setiap produk keuangan memiliki karakteristik masing-masing serta membutuhkan komitmen dan pemahaman terhadap produk terkait.

Market Conduct

Indonesia saat ini sedang menghadapi perkembangan industri jasa keuangan yang bergerak cepat di tengah tingkat literasi keuangan dan akses keuangan yang masih rendah. Pasar keuangan yang kian Kompleks ini rentan terhadap asimetri informasi akibat produk keuangan yang makin inovatif.

Untuk meningkatkan perlindungan konsumen dan mencegah kerugian di masyarakat yang bisa menurunkan kepercayaan terhadap industri jasa keuangan diperlukan penguat pengawasan market conduct.

Otoritas Jasa Keuangan ( 2017a) menjelaskan batasan aspek market conduct sebagai perilaku lembaga jasa keuangan dalam mendesain, menyusun dan menyampaikan informasi, menawarkan, membuat perjanjian atas produk dan atau layanan serta penyelesaian sengketa dan penanganan pengaduan.

Pengawasan market conduct ini diharapkan bisa memastikan integritas PUJK  dalam menerapkan Aspek perlindungan konsumen pada setiap tahapan product life cycle di industri jasa keuangan, yaitu mulai dari perencanaan produk, pemasaran, penjualan dan mekanisme penyelesaian sengketa.

OJK (2017a) Menjelaskan pengawasan market conduct memiliki tiga tujuan.

Pertama, menciptakan budaya dan perilaku lembaga jasa keuangan yang berorientasi pada konsumen ( treat consumer fairly) .

Kedua, Memahami perilaku pasar pada sektor jasa keuangan dan individual lembaga jasa Keuangan untuk mengidentifikasi serta upaya mitigasi risiko yang mengakibatkan kerugian konsumen dan masyarakat.

Ketiga, melindungi kepentingan konsumen melalui pengawasan. Campbell et al (2010) dan Agarwel et al (2009) Menyatakan sektor jasa keuangan memiliki empat sumber risiko utama yang akan berdampak pada ekonomi. 4 sumber risiko ini berasal dari risiko inherent, environment, structural, dan juga PUJK.

Sumber resiko ini dapat mencerminkan sebuah kelemahan di dalam sistem keuangan yang perlu diawasi dengan tujuan mitigasi risiko.

Contohnya, resiko dari informasi yang asimetris di dalam industri dapat menyebabkan rendahnya tingkat kepercayaan, literasi atau tingkat tabungan dari masyarakat.

Hal ini dapat dicegah apabila sektor keuangan mampu memberikan produk dan jasa keuangan yang bermanfaat, memenuhi ekspektasi konsumen, dan melindungi hak konsumen.

Tiga sumber resiko lainnya juga perlu menjadi perhatian regulator dalam implementasi pengawasan market conduct. Dengan mengidentifikasi dan mengawasi setiap komponen risiko, penerapan pengawasan market conduct akan lebih terarah dan responsif.

Melalui prinsip pengawasan market conduct yang berorientasi pada penekanan prinsip treat consumer fairly, OJK mewajibkan PUJK Memprioritaskan konsumen dalam proses desain, peluncuran, pemasaran, purna jual dari produk dan jasa keuangan serta penyediaan mekanisme dispute resolutionApabila terdapat sengketa antara konsumen dan PUJK.

Penguatan Pengawasan

Saat ini, terdapat dua regulasi yang mengatur perlindungan konsumen. Pertama,UU No 21/2011 Tentang OJK yang mengatur implementasi Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan di Indonesia dan peraturan OJK (POJK) No 1/ POJK.07/2013 Tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang mengatur perlindungan konsumen secara teknis.

Untuk memperkuat Perlindungan Konsumen sesuai perkembangan zaman, diperlukan ketentuan yang mengatur secara spesifik pengawasan market conduct di Indonesia.

Bank Dunia dalam laporan berjudul Indonesia Diagnostic Reviews of Consumer Protection dan Financial Literacy: Volume 2 Menilai bahwa mandat pengawasan market Conduct belum sepenuhnya tercermin pada sistem pengawasan yang ada di Indonesia hingga saat ini.

Oleh karena itu, regulasi terhadap Perlindungan Konsumen perlu disempurnakan lebih jauh. Penyempurnaan regulasi itu dapat melalui penyusunan regulasi terkait market conduct dengan bersumber dari prinsip dan kerangka kerja yang telah ditetapkan dalam UU No 21/2011 tentang OJK dengan membentuk struktur regulasi, kerangka organisasi, Proses bisnis, dan batasan regulasi, serta tindakan pengawasan market conduct kepada PUJK.

Penguatan pengawasan market conduct dengan mengacu pada legislasi tersebut akan terbatas sesuai cakupan regulatory boundaries yang diatur dalam UU No 21/2011.

Untuk mengembangkan lebih jauh, penyesuaian regulatory boundaries membutuhkan pertimbangan analisis biaya dan manfaat (cost and benefit analysis) yang harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan konsumen dan kepentingan perusahaan jasa yang diawasi.

Penyesuaian regulatory boundaries pengawasan market conduct ini diharapkan bisa mengakomodasi semua kebutuhan dalam peningkatan perlindungan konsumen sesuai perkembangan produk dan layanan serta mampu mendukung pengawasan Prudential industri jasa keuangan. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini