spot_img
Jumat, Mei 3, 2024
spot_img

KUA Jadi Tempat Nikah bagi Semua Agama, Siapa Saja Tokoh yang Mendukung dan Menolak?

 

KNews.id – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menyampaikan wacana terkait Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai pusat layanan keagamaan, termasuk didalamnya tempat pencatatan nikah dari semua agama. Hal ini disampaikan Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama.

- Advertisement -

Fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan lintas agama ini diharapkan agar data pernikahan dan perceraian dapat lebih terintegrasi dengan baik. Untuk itu, Kementerian Agama sedang membahas langkah-langkah untuk menindaklanjuti gagasan tersebut.

Tak dapat dipungkiri, inisiasi yang dikemukakan oleh Menteri Agama ini mengundang banyak reaksi dari berbagai pihak. Pendekatan ini memunculkan banyak pendapat dan pandangan baik yang mendukung maupun menolak atau mengkritik.

- Advertisement -

Pendapat yang Mendukung

1. SETARA Institute

- Advertisement -

Pendapat ini dikemukakan oleh Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan. Menurut Halili Hasan, KUA sejatinya mesti digunakan oleh semua agama, bukan hanya agama islam saja. Oleh karena itu, dirinya menegaskan bahwa negara seharusnya mengakomodasi seluruh agam perihal pencatatan pernikahan.

“KUA mesti untuk semua, bukan hanya untuk mereka yang beragama Islam. Itu mandat konstitusi kita. Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 menegaskan itu,” jelasnya.

2. Noor Fahmi 

Selanjutnya, menurut H. Noor Fahmi yang menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah juga turut menyampaikan pendapatnya. Dilansir dari laman Kalteng.kemenag.go.id, gagasan yang disampaikan oleh Menteri agama ini merupakan langkah yang penting untuk memberikan kemudahan kepada semua umat beragama dalam mengakses berbagai layanan pemerintah.

“Ini merupakan upaya transformatif Kemenag, di mana KUA tidak hanya untuk urusan menikah umat Islam saja, tetapi juga melayani pencatatan nikah seluruh umat beragama,” ujarnya pada Rabu, 28 Februari 2024.

Dirinya juga mengingatkan mengenai pentingnya upaya untuk memberikan kemudahan bagi seluruh umat sekaligus keberpihakan pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik.

“Ini akan menjadi bagian dari revitalisasi KUA, karena itu ASN Kementerian Agama khususnya yang bertugas di KUA diharapkan dapat adaptif dan transformatif bila kebijakan tersebut diterapkan,” pintanya.

Menurutnya, Kementerian Agama adalah Kementerian untuk semua agama. Sehingga transformasi KUA sebagai pusat layanan semua agama ini pasti dapat meningkatkan kualitas dan komitmen layanan mereka. Tak hanya itu, transformasi layanan KUA ini juga diharapkan dapat menjadikan KUA sebagai wadah bagi masyarakat untuk mendapat informasi dan layanan keagamaan yang lengkap.

“Wacana ini sangat baik untuk memberikan kemudahan bagi umat sekaligus keberpihakan pemerintah untuk memberikan pelayanan keagamaan yang terbaik, Kanwil Kemenag Kalteng siap melaksanakan jika itu diimplementasikan,” pungkasnya.

Pendapat yang Menolak

Sementara itu, dikutip dari laman Mpr.go.id, pendapat yang menolak usul Menteri Agama dilontarkan oleh Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota DPR RI Komisi VIII yang juga membidangi urusan Agama, Hidayat Nur Wahid.

1. Hidayat Nur Wahid: Tidak Sesuai dengan Filosofi Sejarah KUA di Indonesia

HNW sapaan akrabnya menyampaikan bahwa rencana perubahan KUA untuk melakukan pencatatan nikah semua agama ini tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia.

“Pengaturan pembagian pencatatan nikah yang berlaku sejak Indonesia merdeka yakni Muslim di KUA dan non-muslim di Pencatatan Sipil. Selain mempertimbangkan toleransi juga sudah berjalan baik, tanpa masalah dan penolakan yang berarti. Maka, usul dari Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmonisasi ketika pihak calon pengantin non muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan islam,” paparnya

2. Menimbulkan Inefisiensi Prosedural

Menurut aturan yang berlaku dalam UUD NRI 1945, perubahan layanan KUA ini justru dapat memunculkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non-muslim. Tak hanya itu, perubahan ini juga menimbulkan inefisiensi prosedural.

“Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas. Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR RI. Sementara banyak warga yang kami temui saat reses, merasa resah dan menolak rencana program yang diwacanakan Menag tersebut,” jelas Hidayat Nur Wahid dalam keterangannya di Jakarta.

(Zs/Tmp)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini