spot_img
Jumat, Juni 28, 2024
spot_img

Seiring Perubahan Khusus Ibu Kota (DKI), Menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ)

KNews.id – Jakarta – Seiring perubahan status Kota Jakarta dari Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), perlu respons cepat dari kota-kota penyangga (satelit) di sekitar Jakarta agar semakin relevan di masa depan. Relevan dalam arti tetap mampu mempertahankan statusnya sebagai “mesin” pertumbuhan ekonomi, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan kesejahteraan warganya lebih baik lagi.

Melihat pengalaman negara-negara maju dan berkembang yang telah merelokasi ibu kota negaranya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari status Jakarta yang tidak lagi menjadi ibu kota.

- Advertisement -

Misalnya pada kasus Amerika Serikat (AS), yang memiliki dua kota utama yakni New York sebagai pusat keuangan dan Washington DC sebagai pusat administratif pemerintah. Faktanya kedua kota tersebut berkembang dan tetap menjadi pusat bisnis global dalam kapasitas mereka masing-masing.

Malaysia juga memiliki pengalaman serupa dengan pemindahan ibu kota dari Kuala Lumpur (KL) ke Putrajaya. Meski KL sejak lama bukan lagi ibu kota, namun kota ini tetap tumbuh sebagai pusat bisnis utama, sementara Putrajaya berfokus pada fungsi administratif. Melihat fenomena tersebut, maka Jakarta dan Jabodetabek pada masa depan justru memiliki banyak peluang untuk mengembangkan dirinya sebagai kota dengan standar global.

- Advertisement -

Pergeseran Tren

Menyoal keberadaan Tangerang sebagai Satelit Jakarta, terjadi pergeseran tren dalam beberapa tahun terakhir. Arus urbanisasi ke Jakarta semakin menurun, sementara arus masuk ke Tangerang dan kota-kota sekitar ibu kota justru meningkat. Merujuk data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pemerintah Provinsi Jakarta, terekam adanya tren penurunan jumlah pendatang dari tahun ke tahun.

- Advertisement -

Pada 2022 tercatat 27,000 orang masuk ke Jakarta, sementara pada 2023 turun menjadi sekitar 20,000. Itu artinya Jakarta bukan lagi menjadi satu-satunya mesin penggerak ekonomi, digantikan oleh kota-kota sekitar—khususnya Tangerang—yang semakin mandiri.

Berbicara kota satelit, secara teori, yang dimaksud adalah pusat-pusat baru di bidang industri yang berfungsi sebagai kota produksi. Mengutip Gallion (1994) kota baru yang sengaja dibangun untuk aktivitas pemerintahan, dirancang sebagai kota mandiri, dengan menyediakan aktivitas (pekerjaan) bagi penduduknya agar kota baru dapat menjadi tempat bermukim para pendatang. Kota satelit juga berperan sebagai penunjang bagi kota-kota besar di sekitarnya dan merupakan jembatan/akses untuk menuju ke kota besar.

Meski demikian, agar kota satelit seperti Tangerang dapat mempertahankan fungsinya dalam jangka panjang, perlu upaya menuju pembangunan kota yang berkelanjutan. Hal itu dimaknai sebagai proses dinamis yang berlangsung secara terus-menerus, merupakan respons terhadap tekanan perubahan ekonomi, lingkungan, dan sosial. Prinsip dasar kota berkelanjutan terletak pada ekologi, ekonomi, equity, engagement, dan energi (Budiharjo, 1996).

Bertolak dari pengertian tersebut, karakteristik kota satelit yang ideal di antaranya; pertama, populasi yang lebih besar dari kota sub-urban. Kedua, berdiri lebih dahulu dari sub-urban.

Ketiga, terletak di luar pusat daerah urban yang berpenduduk padat. Keempat, independen terhadap kota utama, baik secara ekonomi dan sosial. Kelima, secara fisik terpisah dari metropolis dan juga wilayah pedesaan.

Menjadi Kota Maju

Pembangunan Kota Tangerang sejauh ini relatif on the tracks, dan saya optimis jika kapasitasnya ditingkatkan, maka akan berkembang menjadi kota maju dalam beberapa tahun ke depan. Data BPS Provinsi Banten 2022 mencatat inflasi di Tangerang sebesar 4,56% dan Indeks Harga Konsumen 111,82. Sementara itu deflasi tercatat 0,13% dan tingkat pengangguran terbuka turun dari 9,07% menjadi 7,13%.

Lalu sebagaimana terdapat dalam Laporan Kota Tangerang Dalam Angka 2022, jumlah pengangguran terbuka sebanyak 103,537 jiwa dari angkatan kerja yang mencapai 1,1 juta jiwa. Sementara total penduduk sebanyak 1,7 juta tersebar di 13 kecamatan dengan persentase kemiskinan sebanyak 5,93%. Kondisi ini cukup positif—dibandingkan kota-kota lainnya di Indonesia—meskipun tentu saja butuh perbaikan dan percepatan di sejumlah sektor.

Potensi menuju kota maju dimaksud sangat terbuka, mengingat Tangerang memiliki keuntungan geografis dan fasilitas pendukung yang baik. Dari segi akses dari dan menuju kota, sejauh ini terdapat tiga jalan tol, yaitu Jakarta-Merak, lintas Kota tangerang, dan Kunciran yang memudahkan warga dan investor untuk mengembangkan usaha.

Tangerang juga merupakan pintu gerbang utama pergerakan orang, baik dari luar kota dan luar negeri. Keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta semakin menguatkan target pembangunan kota, di mana bandara utama nasional ini melayani sedikitnya 60-70 juta setiap tahun. Bahkan diprediksi akan mencapai 100 juta penumpang dalam beberapa tahun lagi. Peluang ini harus dioptimalkan agar menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warga.

Kesiapan SDM

Kita butuh kesiapan SDM berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan pasar. Meski di Tangerang terdapat banyak kampus, namun mengutip pernyataan Wali Kota Tangerang periode 2019-2024, Arief Rachadiono Wismansyah, masih terkonsentrasi di jurusan teknik, arsitek, dan mesin. Padahal, Tangerang memiliki peluang lainnya di luar industri, seperti jasa dan start-up. Ke depan perlu strategi dan kebijakan yang atraktif, sehingga sektor ekonomi baru tumbuh, melengkapi sektor industri yang saat ini sudah berjalan.

Sektor ekonomi kreatif dan digital juga harus dikembangkan, mengingat Tangerang memiliki daya dukung di bidang tersebut yang cukup baik. Pemkot juga sudah memulai digitalisasi dan pelayanan online, sehingga nyambung dengan kebutuhan generasi muda dan investor di bidang teknologi. Bukti bahwa Tangerang menjadi salah satu tulang punggung pengembangan industri digital, dengan diadakannya sejumlah event start-up sejak awal pandemi 2020. Itu menunjukkan bahwa para pelaku start-up dan investor melihat Tangerang sebagai tempat yang menjanjikan untuk pengembangan industri digital di masa depan.

Terakhir, dalam upaya menangkap bakat-bakat Gen-Z, saya melihat perlunya melibatkan anak-anak muda, dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyusun program yang berhubungan erat dengan kebutuhannya. Dari riset kecil yang saya lakukan beberapa waktu lalu, kegelisahan anak-anak muda di Tangerang di antaranya kurangnya ruang terbuka bagi mereka untuk mengekspresikan diri. Lalu sarana olah raga yang memadai, dan akses terhadap lapangan pekerjaan. Untuk itu ke depan beberapa program yang harus dilakukan antara lain; pertama, internet gratis dengan akses WIFI di tiap RW.

Pada dasarnya kemajuan teknologi tak terhindarkan; yang harus dilakukan adalah edukasi ke anak-anak muda. Begitu juga dengan internet yang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi kalangan muda. Meski begitu, kita juga perlu mengantisipasi setiap efek yang mungkin muncul, seperti kecanduan game online.

Mengenai hal ini, dari sejumlah kajian, minat terhadap game online jika mendapatkan treatment profesional justru akan berbuah prestasi. Seperti game FIFA-PlayStation beberapa waktu lalu, di mana tim E-Sport Indonesia berhasil juara Asia. Sebelumnya mereka juga beberapa kali memenangkan kejuaraan di level dunia. Itu artinya semua tergantung pendampingan dan edukasi. Di atas semuanya, internet adalah kebutuhan hari ini dan masa depan untuk pekerjaan dan pendidikan. Yang terpenting memberikan pengarahan dan pendampingan.

Kedua, penyediaan lapangan futsal gratis di setiap kecamatan. Dasar kebijakan ini sangat ilmiah, di mana menurut survei yang dilakukan Kurious-Katadata Insight Center (KIC) sebanyak 80,2% responden mengatakan tertarik menonton laga Indonesia vs Argentina, Juni tahun lalu. Mereka berargumen bahwa sepakbola sudah menjadi kegemaran kolektif, meskipun prestasi tim nasional kita belum sepenuhnya membaik.

Fakta tersebut mendapat pembenaran dari survei oleh Repucom, lembaga yang berfokus terhadap perkembangan olahraga, yang pada 2014 menempatkan Indonesia dalam jajaran negara penggila sepak bola. Dalam daftar itu, Indonesia menjadi negara kedua yang mencintai sepak bola, dengan angka 77% penduduknya suka sepak bola.

Posisi teratas diduduki oleh Nigeria (83%) dan di bawah Indonesia ada Thailand (75%) yang diikuti oleh Arab Saudi (74%) dan Argentina (72%). Berangkat dari data tersebut, fasilitas lapangan sepak bola/futsal menjadi penting untuk mewadahi semangat anak-anak muda agar tersalurkan ke hal-hal yang positif.

Ketiga, pembangunan track balapan untuk mengurangi pelanggaran di jalan dan peningkatan prestasi di dunia otomotif. Kita tahu bahwa pihak kepolisian di Kota Tangerang selalu melakukan razia terhadap aksi balap liar. Namun tak ada tanda-tanda kegiatan tersebut akan berhenti permanen.

Semangat anak muda yang menyukai olahraga yang penuh adrenaline harus diberikan sarana yang tepat. Pembangunan sirkuit akan meminimalisasi kegiatan balap liar. Hal ini didukung oleh kajian dari sejumlah kampus, yang mengkaji faktor yang melatarbelakangi fenomena balap liar. Beberapa di antaranya, karena tidak adanya wadah untuk menyalurkan bakat remaja.

Keempat, penguatan sektor ekonomi mikro melalui pemberdayaan UMKM dan IKM (Industri Kecil Menengah). Sektor ini berkontribusi penting dalam perekonomian di banyak negara, termasuk Indonesia. Saat krisis ekonomi 1997, saat banyak industri besar kita kolaps, yang berakibat pertumbuhan ekonomi minus, di tengah situasi yang sulit, hanya dalam waktu dua tahun, 1999, ekonomi bangkit lagi. Penopang kebangkitan itu adalah UMKM, bukan para raksasa bisnis.

Data Kementerian Koperasi & UKM menunjukkan, jumlah pelaku UMKM di indonesia sekitar 64,2 juta, atau lebih dari 90% dari seluruh pelaku usaha di Indonesia. Daya serap tenaga kerja UMKM sekitar 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara itu kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%. Potensi UMKM di Tangerang juga sangat besar, mengingat besarnya populasi dan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik. Sejauh ini sudah sekitar 58 ribu UMKM memiliki NIB.

Selain itu juga perlu dilakukan pengembangan IKM melalui pemetaan pasar potensial utamanya mulai dari pemenuhan kebutuhan pasar lokal Kota Tangerang, maupun pasar nasional dan global dengan pemanfaatan pemasaran digital.

Industrialisasi berbasis rumah tangga memastikan bahwa proses peningkatan nilai tambah produk berorientasi kepada kebutuhan pasar lokal, nasional maupun global dapat terus dilakukan melalui keberpihakan kebijakan dan anggaran kepada pelaku IKM. Ke depan dibutuhkan kolaborasi antara UMKM dengan pemerintah dan swasta menengah-besar untuk menaikkan kelas UMKM agar ekosistemnya semakin sejahtera.

(Zs/Dtk)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini