spot_img
Selasa, November 11, 2025
spot_img
spot_img

KPK Tetapkan Eks Sekjen Kemenaker Hery Sudarmanto sebagai Tersangka Korupsi RPTKA

KNews.id – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Hery Sudarmanto, sebagai tersangka dugaan korupsi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Penetapan tersangka itu berdasarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan oleh KPK.

“Benar, dalam pengembangan penyidikan perkara ini, KPK menetapkan satu orang tersangka baru, saudara HS. Mantan Sekjen Kemenaker,” kata Juru bicara KPK, Budi Prasetyo,  Rabu, 29 Oktober 2025.

- Advertisement -

Berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh Tempo, sprindik penetapan tersangka itu tertanggal 3 Oktober 2025. Di dalam dokumen tersebut tertulis bahwa status tersangka Hery Sudarmanto merupakan pengembangan penyidikan dugaan korupsi RPTKA Kemnaker.

Dalam salinan dokumen tersebut dibeberkan peran Hery Sudarmanto dalam kasus korupsi ini. Hery diduga memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri terkait pengurusan RPTKA Kemnaker atau menerima gratifikasi.

- Advertisement -

Sebelum menjabat sebagai Sekjen Kemnaker, Hery Sudarmanto adalah Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker periode 2010-2015. Setelah itu, Hery juga menduduki posisi Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Asing dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker periode 2015-2017.

Sebelum ditetapkan tersangka, Hery Sudarmanto pernah menjalani pemeriksaan di KPK pada 11 Juni 2025. Para penyidik di lembaga antirasuah meminta keterangan Hery ihwal keterlibatannya dalam dugaan korupsi RPTKA Kemnaker.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka pada 19 Mei 2025. Kemudian, lembaga antirasuah menahan delapan tersangka yang terdiri pejabat eselon I dan II serta pelaksana di tingkat bawah pada 17 Juli serta 24 Juli 2025.

Pada 17 Juli, KPK menahan empat tersangka yang merupakan pejabat eselon I dan II, yaitu Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) periode 2020-2023 Kemnaker, Suhartono; Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing periode 2019-2024, Haryanto, yang kemudian menjabat Direktur Binapenta dan PKK periode 2024-2025. Dua tersangka lain adalah direktur PPTKA Kemnaker periode 2017-2019, Wisnu Pramono; serta direktur PPTKA Kemnaker periode 2024-2025, Devi Angraeni.

Pada 24 Juli, KPK menahan empat tersangka yang merupakan pelaksana di tingkat bawah, yaitu Gatot Widiartono, petugas Saluran Siaga RPTKA periode 2019-2024, dan verifikatur pengesahan RPTKA di Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024-2025, Putri Citra Wahyoe; Analis Tata Usaha Direktorat PPTKA periode 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemnaker periode 2024-2025, Jamal Shodiqin; serta Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker periode 2018-2025, Alfa Eshad.

Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan delapan tersangka itu memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen TKA. Mereka bersekongkol melakukan pemerasan dalam jabatan terhadap para tenaga kerja asing, yang mengurus izin RPTKA di Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.

- Advertisement -

Secara umum, menurut dia, para tenaga kerja asing yang akan mengurus izin mengajukan permohonan secara daring lewat perusahaan agen. Pihak Kemnaker kemudian akan memverifikasi kelengkapan berkas permohonan tersebut.

Jika ada berkas yang kurang, kata Budi Sukmo, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen untuk memperbaikinya dalam waktu lima hari. Di sinilah kemudian pemerasan tersebut terjadi. Petugas mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke informal.

Mereka, kata Budi Sukmo, menghubungi para agen itu melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, bukan melalui sistem daring yang telah tersedia. Cara ini, dengan meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan.

Agen yang memberikan uang kemudian akan mendapat pemberitahuan untuk melengkapi berkas tersebut. Sedangkan bagi para agen yang tidak memberikan uang, akan terhambat permohonan izinnya.

Budi Sukmo mengatakan petugas tidak memberi tahu apa kekurangan berkasnya, tak memproses berkas tersebut, atau mengulur-ulur waktu penyelesaiannya sehingga tenaga kerja asing mendapat denda. Adapun denda yang harus ditanggung pemohon cukup besar, yakni Rp 1 juta per hari.

“Para agen tadi mau tidak mau harus memberikan uang. Kalau tidak, ya, mereka akan mendapat denda lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan,” kata Budi Sukmo di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Kamis, 5 Juni 2025.

(NS/TMP)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini