“Menurut Luhut, kalau tidak ada suntikan APBN, proyek kereta cepat terancam mangkrak. Maka, melalui Perpres No 93/2021, pemerintah membolehkan APBN membiayai kereta cepat,” ungkapnya.
“Apakah ini berarti penyimpangan skema b-to-b, dan secara implisit menjadi b-to-g?” sambungnya yang dikutip dari Twitter @AnthonyBudiawan, Senin (17/10).
- Advertisement -
Padahal Luhut mengaskan bahwa proyek ini mempunyai skema B to B atau business to business tanpa campur tangan keuangan negara, namun tetap memakai APBN.
“Bagaimana kalau nantinya proyek kereta cepat ini rugi? Apakah akan pakai APBN lagi, untuk menambal kerugian tersebut,” ujar Anthony.