Kata Sholihin, kegigihan Jokowi untuk tetap mencalonkan Ganjar, terlihat dari upaya-upaya berikut. Pertama, Mengendalikan dan mengandalkan hasil survei dari lembaga-lembaga survey (pesanan) istana.
“Hasil survey dari berbagai lembaga survey (pesanan) memang selalu menempatkan Ganjar di posisi teratas, tapi itu kan hasil dari utak-atik data karena dibayar oligarki taipan. Kalau melihat hasil survey yang benar adalah yang dilaporkan oleh Dr. Syahganda Nainggolan yang merilis dari google trend.
“Rilis dari Google Trends menempatkan Anies di posisi teratas, jauh meninggalkan Prabowo dan Ganjar. Bahkan perolehan suara Ganjar tidak mencapai setengahnya suara Anies. Jumlah responden yang ditanya lebih dari 150 juta pemilih. Ini berbeda dari responden lembaga-lembaga survey bayaran, di mana samplingnya hanya 1200 dan tingkat randomisasi juga dipertanyakan,” paparnya.
Adapun lembaga-lembaga Survey seperti Litbang Kompas, SMRC, Poltracking, LSI, Indikator, Indo Barometer, Charta Politica, dll adalah lembaga survei pesanan (pelacur), sehingga tidak pernah obyektif. Dan ternyata lembaga-lembaga survei itulah yang dipakai oleh istana.