spot_img
Jumat, April 19, 2024
spot_img

AS-China tak Sadar Sedang Menuju Perang tanpa Pemenang! (I)

KNews.id- Amerika Serikat dan China memainkan permainan ayam (game of chicken) yang aneh di mana kedua belah pihak sama-sama bisa kalah.

Apakah dunia sedang melangkah secara tidak sadar menuju perang baru, panas maupun dingin? Apakah pandemi COVID-19 bagaikan minyak untuk melumasi dan memicu bentrokan yang berpusat di China dan Amerika Serikat, tetapi berdampak pada seluruh dunia?

- Advertisement -

Apakah negara-negara memainkan permainan ayam (game of chicken) yang aneh di mana tidak ada pihak yang bersedia mundur karena takut kehilangan dukungan di dalam negeri? Sulit untuk mengabaikan tren ini. Hal yang paling penting, semua ini terjadi tanpa pengawasan dan penghentian. Tidak ada organisasi internasional yang tampaknya mampu mengerem atau menengahi perkara ini.

AS-CHINA TERGELINCIR MENUJU AMBANG KONFLIK

- Advertisement -

Pada 18 Mei 2020, Presiden China Xi Jinping berbicara kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan membela tindakan China selama penanganan pandemi COVID-19. Dia menggarisbawahi dukungannya untuk organisasi tersebut. Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat telah menarik dana dari 

“Di China, setelah melakukan upaya yang sungguh-sungguh dan pengorbanan yang besar, kami telah menangkis gelombang virus serta melindungi nyawa dan kesehatan rakyat kami. Selama ini, kami telah bertindak dengan keterbukaan, transparansi, dan tanggung jawab. Kami telah memberikan informasi kepada WHO dan negara-negara terkait secara tepat waktu,” tutur Xi.

- Advertisement -

“Kami telah merilis urutan genom sedini mungkin. Kami telah berbagi pengalaman kontrol dan perawatan dengan dunia tanpa syarat. Kami telah berusaha semampu kami untuk mendukung dan membantu negara-negara yang membutuhkan.”

Xi juga mengumumkan paket dukungan tambahan US$2 miliar untuk WHO dan pendirian pusat pasokan untuk mendistribusikan peralatan perawatan kesehatan di seluruh dunia. Xi tidak menyebut-nyebut Amerika Serikat. Dari sudut pandang AS, sepertinya China sedang melangkah secara global. Di WHO, yang perannya secara objektif penting selama krisis COVID-19, telah menyingkirkan dan menggantikan peran Amerika.

Ini bisa menjadi kemenangan yang jelas bagi China, tetapi ini bukan akhir dari cerita seluruhnya. Dua hari kemudian, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengirim surat ucapan selamat kepada Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Pulau Taiwan secara resmi masih menjadi satu bagian dari China daratan, tetapi secara de facto independen.

Ucapan selamat Amerika Serikat secara de facto meningkatkan kemungkinan kemerdekaan nyata Taiwan, yang selalu menjadi ganjalan terbesar dalam hubungan China dengan AS.

Tsai tidak berbasa-basi dalam pidatonya: “Negara yang lebih baik membutuhkan penekanan lebih besar pada keamanan nasional. Selama empat tahun terakhir, kami telah mendorong reformasi pertahanan nasional, partisipasi internasional aktif, serta hubungan lintas selat yang damai dan stabil.”

“Kami berharap Taiwan dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran wilayah Indo-Pasifik. Selama empat tahun ke depan, arah kebijakan kami akan tetap sama dan kami akan melakukan lebih banyak lagi. Pertama adalah mempercepat pengembangan kemampuan asimetris kami.”

“Sementara kami bekerja untuk meningkatkan kemampuan pertahanan kami, pengembangan kapasitas tempur di masa depan juga akan menekankan mobilitas, penanggulangan, dan kemampuan asimetris non-tradisional. Kami juga akan bekerja untuk memperkuat pertahanan kami terhadap ancaman perang dunia maya, perang kognitif, dan perang ‘tanpa batasan’ untuk mencapai tujuan strategis kami untuk pencegahan multi-domain.”

Penyebutan perang tidak terbatas mengutip secara langsung ahli strategi agresif terkenal China Qiao Liang dan Wang Xiangsui, yang pada 1999 menulis teks Unrestricted War yang sangat berpengaruh.

Beberapa hari sebelumnya, secara kebetulan, Qiao Liang dilaporkan membantah setiap tindakan gegabah terhadap Taiwan. Qiao berpendapat China harus menjelaskan prioritasnya bukanlah untuk merebut kembali Taiwan, tetapi untuk mencapai tujuan jangka panjang “peremajaan nasional” rencana Presiden China Xi Jinping untuk menjadi negara yang sepenuhnya berkembang pada 2049.

“Masalah Taiwan sebenarnya adalah masalah utama antara China dan Amerika Serikat, meskipun kami bersikeras itu adalah masalah dalam negeri China,” tegas Qiao. “Dengan kata lain, masalah Taiwan tidak dapat diselesaikan sepenuhnya kecuali persaingan antara China dan AS diselesaikan.”.

Kemudian ucapan selamat Pompeo dan komentar Tsai terlihat seperti reaksi terhadap langkah Xi di WHO. Semua itu sangat sulit bagi China. Namun secara internal, Xi sekarang mungkin terlihat lebih kuat daripada Presiden AS Donald Trump. Xi telah mencapai keseimbangan (terutama penting dengan sidang paripurna yang sedang berlangsung di parlemen China), antara bersikap tegas dan berdamai dengan Amerika.

Xi tidak menyerang AS di WHO dan Taiwan, seperti yang dikatakan Qiao, tetapi hanya mengesampingkan masalah itu dan menolak untuk ditarik ke dalam perangkap. Pada saat yang sama, Xi memasuki peluang yang ditinggalkan oleh Amerika di WHO, organisasi penting dengan jangkauan dan pengaruh global pada saat ini dan selama pandemi COVID-19 berlanjut, yang bisa berlangsung selama beberapa tahun.

Secara objektif Trump berada dalam posisi yang jauh berbeda dan lebih sulit. Dia menjanjikan kekayaan dan pekerjaan. Amerika Serikat kini justru akan mencapai puncaknya dalam resesi terdalam sepanjang sejarah kapitalisme, serta wabah pertama yang pernah melanda seluruh negeri, yang telah menewaskan puluhan ribu warga AS dan merusak seluruh sistem perawatan kesehatannya.

Terakhir, Amerika Serikat telah menarik diri dari lembaga-lembaga internasional, seperti WHO, dan dari urusan global. Hal itu memberikan peluang ke China, sementara AS sendiri hanya mendapatkan sedikit manfaat atau tidak sama sekali.

Artinya, Amerika tampaknya kalah, kurang kepemimpinan, sementara Trump berjuang keras terpilih kembali untuk masa jabatan kedua di Pilpres AS 2020. Masa jabatan kedua Trump mungkin tidak akan tercapai, walaupun itu semua sangat sulit untuk dipastikan karena capres kuat Partai Demokrat Joe Biden sejauh ini terlihat sangat lemah.

Dalam saat-saat sulit ini, sangatlah mudah untuk kehilangan kendali dan mempercepat laju konfrontasi. bersambung…(FHD&DBS)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini