spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Ternyata Bukan untuk Covid-19, Inilah Sosok yang Bongkar Aliran Utang Negara

KNews – Ternyata bukan untuk Covid-19, inilah sosok yang bongkar aliran utang negara. Permasalahan utang negara di Indonesia memang sering menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Kali ini Faisal Basri, pengamat ekonomi senior, membongkar aliran uang utang negara.

Faisal Basri mengungkapkan bahwa utang negara membengkak bukan untuk Covid-19 yang sudah berlangsung dua tahun. Menurut dia bukan pandemi COVID-19 yang menyebabkan utang negara membengkak.

- Advertisement -

“Tolong pemerintah berhenti mewartakan kepada rakyat bahwa utang kita banyak karena Covid-19. Sebelum Covid pun sudah banyak, tolong lah fair,” Kata Faisal Basri, dikutip Hops.ID dari Pikiran-Rakyat.Com dalam artikel yang berjudul Utang Indonesia banyak bukan karena pandemi Covid-19, ketahuan duitnya lari kemana.

Utang untuk Bayar Bunga

Dia juga menegaskan jika selama ini uang yang diperoleh pemerintah dari hasil mengutang banyak digunakan hanya untuk membayar hutang bunga.

- Advertisement -

Faisal Basri ingin mencoba mematahkan klaim selama ini tentang utang negara dipakai untuk belanja modal pemerintah.

“Siapa bilang belanja modal pemerintah yang menyebabkan utang semakin besar, sangat tidak betul,” Kata Faisal Basri.

- Advertisement -

“Kemana belanja negara (dari utang) yang paling banyak? Bayar bunga! Di era Pak Jokowi, pertumbuhan pembayaran bunga pinjaman itu naik 180 persen. Tertinggi!,” kata Faisal Basri.

Menurut Faisal Basri, belanja modal untuk pembayaran infrastruktur, sementara itu bersumber dari utang BUMN. “Jadi kalau utang BUMN ditambah utang pemerintah, tahun depan jumlahnya sudah mendekati Rp.10.000 triliun,” Kata Faisal Basri.

Dipihak lain, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menginformasikan utang Indonesia sepanjang 2020 sampai dengan akhir 2021 relatif terkendali dengan kenaikan 10,8 persen.

Sri Mulyani juga memberikan data kenaikan utang negara lain, misalnya Thailand yang alami kenaikan utang 17 persen, Filipina 22 persen, Afrika Selatan 12 persen, Malaysia 13,6 persen dan China 13,6 persen.

“Ini adalah salah satu cara untuk melihat apakah policy design yang kita lakukan relatif bekerja cukup baik dan efektif untuk menangani Covid-19 dan dampaknya ke perekonomian,” Kata Sri Mulyani. (RKZ/hops)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini