Hal ini terjadi karena kekuasaan parpol telah menyampingkan suara kaum pelajar dan mahasiswa. Parpol larut dalam efuoria elektabilitas tertinggi untuk saling menjajaki kolaborasi mencapai presidential threshold 20 persen.
Hal ini menunjukkan tontonan koloni oligarki masih sangat kuat, membuat patron politik hegemoni pemilik modal untuk berbagi kekuasaan.
Parpol terkesan lupa siapa yang sebenarnya pemilik kuasa, pihak yang menentukan para pemimpin bangsa ke depan. Padahal, dalam negara demokrasi, sangat jelas menggariskan suara pemilih atau konstituen merupakan pemegang kedaulatan rakyat.
Karena itu, dalam hal ini saya kira partai politik harus kembali ke fitrahnya, untuk benar-benar menyatu bersama masyarakat, demi Indonesia yang lebih baik.