spot_img
Kamis, April 18, 2024
spot_img

Pernyataan Sikap MD Forhati Surabaya terkait Penetapan PN Surabaya yang Memperbolehkan Pasangan Berbeda Agama untuk Menikah

KNews.id- Perkawinan antara pasangan yang beragama Islam dan Kristen di bulan Maret 2022, ditetapkan oleh PN Surabaya sebagai pasangan suami istri, namun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya menolak melakukan pencatatan. (berita di beberapa media online sejak tanggal 21 bulan Juni tahun 2022).

Adapun isi dari Penetapan tersebut : Memberikan izin kepada Para Pemohon (sepasang yang akan menikah beragama Islam dan Kristen) untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Madya Surabaya. Penetapan tersebut diketok oleh hakim tunggal Imam Supriyadi. Putusan untuk mengizinkan perkawinan beda agama ini ditetapkan dalam Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.

- Advertisement -

Menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kedua pasangan berbeda agama dan berbeda keyakinan bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974 Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 10 PP No. 9 Tahun 1975 dinyatakan bahwa perkawinan baru sah jika dilakukan di hadapan pegawai pencatat dan dihadiri dua orang saksi. Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

- Advertisement -

Jadi, UU No 1 tahun 1974 tidak mengenal perkawinan beda agama, sehingga perkawinan antar agama tidak dapat dilakukan.

Pasal 40 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan larangan melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan tidak beragama Islam. Fuqaha sepakat bahwa perkawinan seorang perempuan muslimah  dengan  pria non muslim baik ahlul kitab atau musyrik tidak sah.

- Advertisement -

Dalam Islam, QS Al Baqarah ayat 221 Allah berfirman: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.

QS Al Maidah ayat 5 Allah berfirman : Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.

Al-Mumtahanah ayat 10 Allah berfirman Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan.

Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.

Beruntungnya penetapan dari PN Surabaya ini ditolak oleh Dispendukcapil Kota Surabaya, karena ini akan berkaitan dengan administrasi akta nikah dan administrasi kependudukan lainnya. Putusan PN Surabaya ini, terkait erat dengan NTCR (Nikah, Talak, Cerai, Rujuk), dimana, untuk yang beragama Islam, bisa mengoptimalkan fungsi Peradilan Agama (PA) yang menggunakan rujukan hukum Agama Islam, KHI dan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kasus pernikahan beda agama yang telah diputuskan oleh PN Surabaya, jika menggunakan rujukan UU no 1 tahun 1974, jelas bertentangan antara isi UU dengan hasil penetapannya. Disinilah kelemahan dari penetapan putusan tersebut dari sisi legal standing nya. Artinya, sebagai Lembaga peradilan, PN Surabaya telah membuat keputusan yang kurang bijaksana dan tentunya bertolak belakang dengan rujukan-rujukan hukum yang berlaku di negeri ini.

Keluarga adalah tiang negara. Masa depan suatu negara tercermin dari keluarga-keluarga yang ada di negeri tersebut. Dan pondasi serta pilar utama keluarga adalah agama. Karenanya, seruan agar menjadikan agama sebagai fondasi utama memilih istri adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh kaum laki-laki ketika akan menikah. Hal ini pulalah mengapa menikah dengan yang seagama menjadi hal yang utama bagi calon pasangan yang akan menikah.

Karena dari ibu yang baik agamanya (dan yang sama agamanya dengan suaminya), akan baik pula Pendidikan karakter anak dan suasana rumah tangga yang dibangun oleh pasangan tersebut.

Ibu, adalah madrasah pertama dan utama anak-anaknya, itulah mengapa Allah berfirman …. dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum: 21).
Dari jenismu sendiri, adalah yang se-kufu’, se derajat, yang sama agamanya.

Ketika sakinan dan mawaddah keluarga terbentuk, mudah pula bagi para suami untuk membimbing istrinya agar menjadi madrasah pertama dan utama bagi anak-anak mereka.

Peringatan yang sangat jelas dari ayat Al Quran dan Hukum Positif yang masih berlaku, jelas menjadi DASAR PENOLAKAN MD FORHATI SURABAYA terhadap penetapan dari PN Surabaya terkait perkawinan berbeda agama, untuk itu, MD Forhati Surabaya meminta dengan tegas, agar PENETAPAN TERSEBUT DICABUT, agar tidak menimbulkan potensi polemik di masyarakat.

Pertama, PERKAWINAN BEDA AGAMA MELANGGAR HUKUM AGAMA

Dasar hukumnya adalah Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 221, QS Al Maidah ayat 5 dan QS Al Mumtahanah ayat 10 diatas.

Kedua, MELANGGAR UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

Sebagaimana yang disebutkan diatas, UU no 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam

Ketiga, TUJUAN PERKAWINAN TIDAK AKAN TERCAPAI

Setiap perkawinan pasti bertujuan untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian, keberkahan, mendapatkan ketenangan batin yang dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah sakinah. Para ulama pun sepakat bahwa prasyarat penting yang harus dipenuhi seseorang dalam mencapai sakinah dalam rumah tangganya adalah sesuai dengan hadits Rasulullah SAW: Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah perempuan yang taat beragama, engkau akan berbahagia.”. Artinya, tolak ukur keberagamaan seseorang adalah yang paling utama Seperti yang tercermin dalam keluarga Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW dapat merasakan suasana surgawi (baiti jannati) dalam rumah tangganya, karena semua anggota keluarganya adalah orang-orang yang taat kepada Allah SWT.

Keempat, AKAN MELAHIRKAN KETURUNAN YANG TIDAK JELAS NASABNYA. Karena perkawinan beda agama tidak sah menurut hukum Islam, maka keturunan yang terlahir dari pasangan tersebut disebut anak garis ibu, artinya dia terputus nasabnya dari bapaknya yang memproses secara biologis.

Jika kemudian terlahir anak perempuan dari perkawinan mereka, kemudian anak perempuan ini beragama islam sedangkan bapaknya beragama lain, maka dia tidak bisa diwalikan oleh bapak.

Apabila dipaksakan bapak biologisnya menjadi wali nikah, maka perkawinan anak tersebut tidak sah. Dan perkawinan yang tidak hanya akan sah melahirkan hubungan suami istri yang tidak sah alias zina.

Kelima, TERPUTUSNYA HAK WARIS

Dalam agama Islam, salah satu penyebab seseorang tidak bisa mendapatkan harta waris (terputus hak warisnya) yaitu perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris. Alhasil, ini bisa saja menimbulkan konflik (perebutan harta waris) yang berkepanjangan jika terdapat beberapa ahli waris yang berbeda agama dalam sebuah keluarga.

Keenam, MEMBINGUNGKAN ANAK-ANAK DALAM MEMILIH AGAMA

Karena biasanya orangtua yang berbeda agama cenderung memberikan kebebasan memilih agama kepada anak-anaknya. Kebebasan ini justru sebenarnya akan menjadi beban psikologis terhadap anak-anak mereka. Bukankah agama adalah pondasi utama dalam pengasuhan anak dan pembinaan keluarga yang Sakinah, mawaddah dan Ar Rahmah?.

Demikianlah pernyataan sikap dari MD Forhati Surabaya. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini