spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Penggunaan Teknologi tidak Mengurangi Resiko Kematian Petugas KPPS

Oleh: Nazar EL Mahfudzi, Pengamat Politik

KNews.id- Pandangan Tiga calon anggota Komisi Pemilihan Umum atau KPU periode 2022-2027 yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan atau fit and proper test  menjadi sorotan mereka karena pada 2019  memakan korban jiwa dari para petugas pemilu atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), penggunaan teknologi diharapkan dapat mengurangi beban kerja Pemilu 2024.

- Advertisement -

Pandangan Pertama ,  Mochammad Afifuddin yang saat ini menjabat sebagai anggota Bawaslu Republik Indonesia. Dia mengusulkan mengurangi dokumen atau formulir dalam bentuk kertas yang selama ini sangat banyak yang harus diisi petugas dengan diberlakulannya inovasi hingga integrasi sistem.

“Tentu kami akan duduk bersama mendengar apa yang sudah diupayakan, kemudian merumuskan apa yang mungkin kita lakukan ke depan dengan prinsip efisien dan efektif itu menjadi tujuan pemilu kita,” kata dia saat uji kepatutan dan kelayakan hari kedua di Ruang Komisi II DPR, Selasa, 15 Februari 2022.

- Advertisement -

Pandangan Kedua ,  Muchamad Ali Safa’at yang merupakan calon anggota KPU dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang  mengusulkan untuk memperkuat Sistem Informasi Rekapitulasi elektronik (Sirekap) yang selama ini telah digunalan KPU. Namun, dia menekankan, sistem ini harus diperkuat dengan dokumentasi elektronik dokumen C1.

“Menurut saya Sirekap sudah mampu untuk dikembangkan mengurangi beban. Satu dengan transformasi dokumen elektronik, karena yang seperti saya sebutkan tadi salah satu persoalan beban kerja TPS setelah perhitungan mengisi dokumen karena terlalu banyak berita acara dan sertifikat”, tutur dia.

- Advertisement -

Pandangan, Ketiga Viryan, anggota KPU 2017-2022 yang kembali mencalonkan diri. Dia menawarkan solusi, pertama, dengan mempercepat sosialisasi surat suara apabila telah selesai diformulasi KPU. Kedua, surat suara dibuat lebih kecil. Ketiga, dengan mempersingkat perhitungan surat suara dari yang selama ini lima kali menjadi empat atau tiga kali perhitungan.

“Kemudian, waktu rekapitulasi persoalannya yang dilakukan tidak dilakulan paralel sejak awal, padahal bisa dilakuan tidak diakhir waktu. Selanjutnya membuat aplikasi KPU mobile sebagai pintu komunikasi dan membuat Peta Digital Pemilu Indonesia,” kata Viryan.

Dari semua pandangan mengarah kepada mekanisme pelaporan dan perhitungan menggunakan digitalisasi teknologi, namun capaian itu masih sangat rentan dengan pola keabshan C1 sertifikat asli yang membuat kacau sistem Situng 2019 dan tidak mengurangi beban SDM KPPS untuk melakukan input data.

Jika digitalisasi teknologi digunakan tanpa mengurangi jumlah petugas KPPS, lalu apa fungsinya menghitung beban resiko kematian dari kinerja petugas KKPS?.

Penggunaan digitalisasi teknologi haruslah relevan dengan beban petugas KPPS dan biaya pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dan saksi juga harus mendapatkan verifikasi ketika terjadi input data yang tidak singkron untuk dapat diatasi dengan cepat, sedikit saja salah input data akan terjadi penggelembungan atau bahkan pengurangan jumlah suara yang memakan waktu dilaksanakan penghitungan ulang dan kerja petugas KPPS bisa berulang-ulang.

Jika diadakan  pemilu serentak walapun penggunaan digitalisasi teknologi tetap tidak mengurangi beban resiko kematian petugas KPPS yang kelelahan, karena faktor human eror terjadi cakupanya masih cukup besar jika terjadi kesalahan atau kecurangan dalam input data. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini