KNews.id – Jakarta Pakar hukum pidana Suparji Ahmad menilai, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menjadi pintu masuk penting untuk membongkar praktik mafia peradilan.
Penetapan ini berkaitan dengan temuan uang tunai dan emas yang nilainya hampir mencapai Rp1 triliun.
“Itu salah satu jalan untuk mengetahui sumber keuangan dari mana (pemberi suap), dialirkan ke mana (penerima suap). Instrumen normatifnya ya masih seperti itu,” kata Suparji di Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Menurutnya, penetapan Zarof sebagai tersangka TPPU merupakan langkah progresif Kejagung di tengah belum disahkannya RUU Perampasan Aset oleh DPR dan pemerintah.
“Jadi penetapan Zarof sebagai tersangka TPPU memiliki urgensi untuk mengetahui sumber keuangan (suap), bagaimana cara mendapatkannya, dan juga bisa membuka keterlibatan pihak lain,” lanjutnya.
Suparji menambahkan, kasus ini sekaligus menjadi tantangan bagi DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset, yang dapat memperkuat instrumen hukum dalam menelusuri dan menyita aset-aset ilegal.
Meski Kejagung telah menemukan bandelan uang dan dokumen perkara dalam penggeledahan, Suparji mengingatkan agar penegakan hukum tidak hanya bergantung pada temuan awal tersebut.
“Ini bukti awal bisa saja dilakukan penyidikan, tetapi akan menjadi lebih kuat jika ada pembuktian yang lain. Supaya bukti materiilnya terang benderang,” ujarnya.
Terlibat Banyak Perkara Kasus
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka TPPU menyusul penggeledahan yang mengungkap dugaan suap sebesar Rp951 miliar dan 51 kilogram emas. Kasus ini juga menyeret dugaan suap Rp60 miliar kepada hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Besarnya jumlah uang dan emas yang ditemukan memunculkan dugaan bahwa Zarof terlibat dalam pengaturan banyak perkara hukum. Kejagung kini terus mendalami keterlibatan pihak lain dan aliran dana untuk mengungkap jaringan mafia peradilan di balik kasus ini.