KNews.id – Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich marah atas keputusan lembaga pemeringkat keuangan global, Moody’s, yang menurunkan peringkat kredit negaranya.
Smotrich menilai keputusan tersebut adalah manifesto politik yang tidak mencakup klaim ekonomi yang serius.
Melansir AP, Moody’s menurunkan peringkat utang Israel pada Jumat (9/2) dari A1 ke A2 dan mengatakan prospek perekonomian negara tersebut negatif. Menurut Moody’s, peringkat A2 tetap memiliki risiko yang relatif rendah.
“Pengumuman tersebut mencerminkan kurangnya kepercayaan terhadap keamanan dan kekuatan nasional Israel, dan juga kurangnya kepercayaan terhadap kebenaran jalan Israel dalam melawan musuh-musuhnya,” kata Smotrich dalam sebuah pernyataan.
Ini adalah pertama kalinya Moody’s menurunkan peringkat kredit Israel. Kredit ini digunakan investor untuk mengukur risiko berinvestasi di entitas atau pemerintah global. Moody’s juga sekaligus memperingatkan bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza dan kemungkinan perang di utara dengan Hizbullah dapat berdampak buruk terhadap perekonomian Israel.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa perekonomian negaranya kuat dan penurunan peringkat sepenuhnya disebabkan oleh fakta bahwa mereka sedang berperang. Dia bersumpah bahwa setelah perang berakhir, peringkat utang Israel akan naik lagi.
Kendati demikian, para pejabat Israel khawatir bahwa penurunan peringkat Moody’s dapat menyebabkan lembaga-lembaga besar lainnya juga menurunkan pandangan terhadap Israel.
Mantan direktur departemen penelitian Bank Israel Michel Strawczynski mengatakan hal ini dapat berdampak pada perekonomian Israel karena akan mempersulit pemerintah untuk mengumpulkan uang dengan menjual obligasi.
“Kalau perangnya lama pasti berdampak, tapi kalau tidak terlalu lama dampaknya akan jauh lebih kecil,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Israel Amir Yaron merespons pengumuman Moody’s tersebut dengan mengatakan bahwa bahwa perekonomian Israel tangguh dan sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan sejak November lalu atau sebulan setelah perang pecah.
Perekonomian Israel bangkit kembali setelah perang sebelumnya dengan Hamas. Namun, perang saat ini jauh lebih lama dibandingkan perang-perang lainnya. Kondisi itu membuat Israel harus mengeluarkan anggaran militer yang besar serta pemanggilan pasukan cadangan secara besar-besaran sehingga membebani perekonomian.
Dana negara, yang dulu membengkak karena investasi teknologi, juga terpukul oleh usulan perombakan peradilan yang diusulkan oleh Netanyahu, yang berupaya melemahkan kekuasaan kekuasaan pengadilan di negara tersebut.
(Zs/CNN)