spot_img
Selasa, April 23, 2024
spot_img

Kebijakan Ekonomi Soeharto (II)

Hasil-hasil Pelaksanaan Pembangunan dari Repelita I sampai Repelita VI

KNews.id- Dengan segala kelemahan dan kekurangan yang baru dapat diketahui secara retrospektif, dapat dikatakan bahwa secara umum pembangunan nasional yang dilakukan dari 1969 hingga 1998 hasilnya sangat mengagumkan. Dengan ukuran apa pun dan oleh pengritik yang paling tajam sekalipun harus diakui bahwa pembangunan nasional berhasil dilaksanakan dengan baik.

- Advertisement -

Produksi pangan, khususnyaa beras, yang merupakan bahan pokok makanan rakyat terus meningkat dari tahun ke tahun. Swasembada beras dicapai pada 1984 dan pada November 1984, Indonesia menerima penghargaan dari FOA, sebagai Negara yang berhasil meningkatkan produksi beras dan mencapai swasembada, dari Negara yang sebelumnya pernah menjadi importir beras yang terbesar di dunia. Sektoir industri juga mengalami pertumbuhan yang signifikan.

Bahkan peran industri berat telah mulai meningkat. Apabila pada 1975 peranan industri ringan dan industri berat masing-masing sebesar 20,6 persen dan 10 persen, maka pada 1980 peranan industri ringan menurun dan industri berat meningkat, masing-masing mejadi 18,6 persen dan 37,3 persen.

- Advertisement -

Pertumbuhan Ekonomi dan Cicilan Hutang

Jumlah penduduk miskin, yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan, juga menunjukkan penurunan yang signifikan. Kalau pada 1976 jumlah penduduk miskin Indonesia ada sekitar 54,2 juta orang atau 40,08 persen dari jumlah penduduk, maka pada 1996 jumlah penduduk miskin telah berkurang menjadi 22,5 juta orang atau hanya 11,34 persen dari seluruh penduduk Indonesia.Ekonomi tumbuh dengan pesat. Pada Repelita I ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 5 persen per tahun. Repelita II tumbuh dengan 7,5 persen. Repelita III tumbuh dengan 6,5 persen. Repelita IV mengalami pertumbuhan 5 persen dan Repelita V 5 persen.

- Advertisement -

Perspektif Masa Depan

Krisis moneter yang di Asia Tenggara yang terjadi pada paruh kedua 1998 dan kemudian berkembang mejadi krisis ekonomi dan krisis multidimensi, mengajarkan kepada kita bahwa:

Pertama, kepercayaan yang terlalu besar yang diberikan kepada mekanisme pasar tidaklah tepat bagi Indonesia. Kedua, pada tahun-tahun pertama pembangunan tampaknya memang tidak ada jalan lain untuk dapat mulai membangun tanpa memperoleh bantuan luar negeri, baik berupa pinjaman maupun penanaman modal.

Namun kebijakaan ini telah “kebablasan” hingga kini, sehingga tidak saja terasa bahwa perekonomian bangsa kita dikuasai bangsa asing, tetapi juga membuat berbagai ketimpangan baik di bidang distribusi pendapatan maupun jumlah orang miskin. Ketiga, dengan memanfaatkan globalisasi dan kebebasan pasar negara-negara maju makin mendominasi perekonomian negara-negara berkembang.

Mengingat akan hal tersebut, seharusnya kini kita perlu kembali menyimak lebih dalam amanat para pendahulu kita, pendiri negara ini sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

Swasembada Beras

Sejak awal berkuasa, pemerintah Orde Baru menitikberatkan fokusnya pada pengembangan sektor pertanian karena menganggap ketahanan pangan adalah prasyarat utama kestabilan ekonomi dan politik. Sektor ini berkembang pesat setelah pemerintah membangun berbagai prasarana pertanian seperti irigasi dan perhubungan, teknologi pertanian, hingga penyuluhan bisnis. Pemerintah juga memberikan kepastian pemasaran hasil produksi melalui lembaga yang diberi nama Bulog (Badan Urusan Logistik).

Mulai tahun 1968 hingga 1992, produksi hasil-hasil pertanian meningkat tajam. Pada tahun 1962, misalnya, produksi padi hanya mencapai 17.156 ribu ton. Jumlah ini berhasil ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 47.293 ribu ton pada tahun 1992, yang berarti produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg per jiwa. Prestasi ini merupakan sebuah prestasi besar mengingat Indonesia pernah menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an.

Pemerataan kesejahteraan penduduk

Pemerintah juga berusaha mengiringi pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan kesejahteraan penduduk melalui program-program penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pendidikan dasar, penyediaan air bersih, dan pembangunan perumahan sederhana. Strategi ini dilaksanakan secara konsekuen di setiap pelita.

Berkat usaha ini, penduduk Indonesia berkurang dari angka 60% di tahun 1970-an ke angka 15% di tahun 1990-an. Pendapatan perkapita masyarakat juga naik dari yang hanya 70 dolar per tahun di tahun 1969, meningkat menjadi 600 dolar per tahun di tahun 1993.

Pemerataan ekonomi juga diiringi dengan adanya peningkatan usia harapan hidup, dari yang tadinya 50 tahun di tahun 1970-an menjadi 61 tahun di 1992. Dalam kurun waktu yang sama, angka kematian bayi juga menurun dari 142 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup.

Jumlah penduduk juga berhasil dikendalikan melalui program Keluarga Berencana (KB). Selama dasawarsa 1970-an, laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% per tahun. Pada awal tahun 1990-an, angka tersebut dapat diturunkan menjadi 2,0% per tahun. (Fahad Hasan) 

 

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini