spot_img
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img

Istana Makin terjepit dan Berantakan

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

KNews.id- Saat ini Istana terus mengalami goncangan pertengkaran perebutan pengaruh kekuasan antara Oligarki (kapitalis) – Jenderal merah, Komunis dan koalisi partai gemuk, makin tajam.

- Advertisement -

Sejak Pak Jokowi naik tahta sebagai Presiden dengan sahamnya masing masing,  mereka merasa memiliki hak kendali istana dengan agenda keuntungan politik dan ekonomi dalam proses kelola negara, yang selama ini tidak disadari oleh Presiden pada saatnya akan membawa bencana baik bagi diri Presiden dan kerusakan pada tata penyelenggara dan kelola negara.

Presiden terlalu over confidence, dengan segala kapasitas dan keterbatasannya, setelah merasa mampu mengendalikan TNI / Polri, akan terjaga dari segala bentuk gangguan yang akan terjadi. Benar benar meremehkan dan mengabaikan bahwa mandat kekuasaannya adalah amanah rakyat. Arah politik luat negeri yang melenceng dan lebih tergantung dengan China adalah petaka awal terseret pada hutang  yang tak terkendali. Janji-janji akan memperkuat ekonomi mandiri menguap terbuai dengan mudahnya mendapatkan uang pinjaman (utang) yang makin tak terkendali.

- Advertisement -

Pada saat bersamaan oligarki yang selama ini ditahan rezim sebelumnya  tidak bisa masuk langsung ikut campur tangan mengatur kebijakan negara, di buka pintu lebar lebar masuk sampai membabat, menguasai, mengendalikan bahkan dengan politik tangan besi merubah dan membuat UU sesuai dengan syahwat kepentingan kelompoknya.

Kesempatan komunis untuk bangkit kembali di beri nafas, ruang dan kesempatan bebas melakukan kongres lima tahunan menyusun langkah dan strategi bisa eksis kembali tanpa pengawasan sama sekali. Kader-kader PKI bebas lalu lalang di istana bahkan sudah bisa masuk pada semua instrumen kekuasaan  dan celakanya masuk pada internal TNI dan POLRI.

- Advertisement -

Partai politik yang telah kering arah perjuangan dari basis  nilai Pancasila dan UUD 45 – semua larut berpacu untuk mendapatkan pundi pundi kekuasaan dan sampai terjadinya tragedi DPR hanya sebagai stempel pemerintah. Dendam kusumat Jenderal Merah kepada umat Islam memiliki peluang emas untuk melampiaskan dendamnya dan mereka diberi kekuasaan seperti tanpa batas oleh Presiden. Rentetan kejadian tersebut semua kekuatan poskonya Istana, sampailah pada puncak menjelang akhir masa jabatan kedua Presiden segera berakhir terjadilah keributan, semua berhitung arah politik dan ekonominya dari segala kemungkinan yang akan terjadi.

Muncullah rekayasa perpanjangan masa jabatan Presiden dan atau masa jabatan Presiden untuk tiga periode. Dengan LBP sebagai komandan menjalankan proses politiknya. Datanglah tekanan dari China bahwa rekayasa di atas tidak boleh gagal. Karena kalau sampai gagal akan mendatangkan resiko politik dan ekonomi yang berbahaya. Rezim oligarki yang selama ini tanpa hambatan menerjang apapun keinginannya selalu lancar, dan semua lawan politik yang menghalangi langsung ambil, tangkap dan penjarakan.

Tiba-tiba dikejutkan oleh perlawanan rakyat yang melakukan perlawanan. Pertengkaran di istana makin tajam, keretakan makin lebar setelah sebagian besar partai koalisi menolak perpanjangan masa jabatan / jabatan Presiden 3 periode. PDIP melihat gelagat kalau memaksan diri akan terjadi revolusi dan perang saudara mengambil jarak dengan Presiden sekalipun selama ini diakui sebagai petugas partainya.

Perpecahan di istana tidak bisa dibendung dan Presiden  tidak mampu lagi untuk mengendalikan dan merendam maka keadaan saat ini istana dalam keadaan tidak menentu. Ahirnya juga tercium oleh media asing The Economist bahwa Jokowi  tengah menghadapi resiko politik dan ekonomi yang disebutnya sebagai resiko kembar atau Twin Risk. Resiko politik yang disebutkan oleh The Economist yaitu berasal dari kalangan internal. Partai pendukungnya yang menolak amandemen konstitusi yang memungkinkan dia untuk memperpanjang masa jabatannya.

Media tersebut memperingatkan bahwa Jokowi bisa terancam dijatuhkan oleh rakyat. “Bila tidak hati-hati mengelolanya, The Economist memperingatkan Jokowi yang naik ke tampuk kekuasaan atas dukungan dari masyarakat di kelompok populis maka dia juga bisa dijatuhkan karena kemarahan rakyat yang dulu mendukungnya”. Politik istana terasa semakin, terjepit, terpecah dan berantakan.

Ke mana arah negara selanjutnya ini terpulang pada pemilik kekuasaan yaitu rakyat. Rekayasa mencegah agar tidak terjadinya revolusi semua sudah terlambat dan Revolusi akan terjadi di Indonesia – sebagai kekuatan yang akan menyelamatkan Indonesia.

Kajian merah putih memberikan catatan  bahwa tidak lebih dari enam bulan,  kekuatan alam dan langit akan bertindak menghancurkan kezaliman yang selama ini terjadi di Indonesia. Dan Indonesia akan kembali damai, tenang, arah negara akan di kembalikan ke tujuan negara sesuai arah tujuan negara yang termuat dalam UUD 45. (AHM/SN)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini