spot_img
Jumat, April 26, 2024
spot_img

Eropa di Ambang Kerusuhan!

KNews.id- Ancaman kerusuhan sosial menghantui Eropa. Hal ini didorong oleh harga energi yang tinggi dan meningkatnya biaya hidup saat wilayah itu akan memasuki musim dingin.

Analisis yang dibuat oleh Verisk Maplecroft menyatakan bahwa ancaman kerusuhan ini akan dialami seluruh negara Eropa termasuk negara seperti Jerman dan Norwegia. Lembaga itu menyebut gelombang unjuk rasa akan dipicu dari para kaum buruh seperti yang terjadi di Inggris.

- Advertisement -

Laporan terbaru Verisk tentang indeks kerusuhan sipil menemukan lebih dari 50% dari hampir 200 negara yang dicakup mengalami peningkatan risiko mobilisasi massa antara kuartal kedua dan ketiga tahun 2022. Ini merupakan jumlah terbesar sejak perusahaan itu merilis indeks ini di tahun 2016.

Lalu, untuk negara-negara dengan resiko kerusuhan tertinggi di Eropa, Verisk mencatat proyeksi peningkatan resiko terbesar akan terjadi di Bosnia dan Herzegovina, Swiss, dan Belanda.

- Advertisement -

Mauritius, Siprus, dan Ukraina juga telah mengalami peningkatan resiko terbesar dalam kerusuhan sosial di kuartal ketiga 2022 dibandingkan kuartal kedua. Setelah itu, negara yang memiliki resiko kerusuhan tertinggi lainnya adalah Rusia.

“Selama musim dingin, tidak akan mengejutkan jika beberapa negara maju di Eropa mulai melihat bentuk kerusuhan sipil yang lebih serius,” kata analis utama Verisk Maplecroft, Torbjorn Soltvedt, kepada Reuters, Jumat (2/9).

- Advertisement -

Perang Rusia di Ukraina sejak 24 Februari telah mendorong kenaikan harga pangan. Bahkan, harga komoditas krusial itu sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada Februari hingga Maret.

Selain itu, harga energi juga naik tajam dengan stok energi Eropa terancam setelah aliansi di benua itu, Uni Eropa (UE), berencana untuk membatasi komoditas energi dari Rusia.

“Dan kami masih memiliki beberapa dampak dari pandemi Covid-19 yang berperan dalam hal ini, dengan gangguan rantai pasokan yang ada,” tambah kepala analis Jimena Blanco.

Tak hanya itu, kekeringan yang saat ini melanda beberapa wilayah Eropa dan Dunia juga telah memperburuk harga pangan dan energi. Pasalnya, jumlah air yang berkurang tak dapat digunakan untuk penanaman bahan pangan. Selain itu, jumlah air yang sedikit juga tak mampu digunakan untuk menggerakan turbin pada pembangkit tenaga air.

“Dari gerakan damai hingga protes kekerasan, kenaikan harga makanan pokok juga menjelaskan peningkatan ketidakpuasan sosial yang mencakup pasar negara maju dan berkembang,” tambah laporan tersebut.

Bencana Kekeringan

Sebelumnya, Eropa telah berada di ambang malapetaka karena serangkaian gelombang panas sejak Mei dan kurangnya curah hujan yang parah.

Kedua hal ini membawa sungai-sungai besar di Eropa kering. Ini setidaknya terjadi di Prancis dan Italia.

Di Prancis, Sungai Loire terlihat permukaannya dan menyebabkan manusia bisa menyeberang, berjalan kaki, dengan mudah di beberapa tempat. Bukan hanya itu, kejadian yang sama juga terjadi di Sungai Rhine, Jerman dan Sungai Po Italia.

Rhine, sungai terpanjang dan terpenting di Eropa, terancam menutup lalu lintas komersial. Perlu diketahui, sungai sepanjang 1.320 km itu menghubungkan pelabuhan utama Rotterdam di Belanda melalui jantung industri Jerman dan lebih jauh ke selatan ke Swiss yang terkurung daratan.

Sementara Po telah mengalami kekeringan terburuk yang membawa sejumlah artefak Perang Dunia II di dasarnya muncul, termasuk tongkang sepanjang 50 meter dan bom. Padahal 30% pertanian berada di sana.

“Kami belum pernah melihat tingkat kekeringan ini dalam waktu yang sangat lama,” kata analis senior Eropa dan kebijakan iklim di The Economist Intelligence Unit, Matthew Oxenford, dikutip CNBC International, Jumat (2/9).

“Ketinggian air di beberapa saluran air utama lebih rendah daripada selama beberapa dekade,” tambahnya.

“Untuk beberapa saluran utama, hanya ada sedikit kelonggaran, terkadang kurang dari 30 sentimeter sebelum saluran tersebut benar-benar tidak dapat dioperasikan untuk segala jenis (mobilitas) pengiriman,” ujarnya lagi.

Hal sama juga dikatakan analisis awal dari Pusat Penelitian Gabungan Uni Eropa. Eropa, bahkan dikatakan, berada dalam ‘cengkeraman kekeringan’ terburuk di setidaknya dalam 500 tahun terakhir.

Sebelumnya di Agustus, laporan Observatorium Kekeringan Global juga memperingatkan sekitar dua pertiga benua itu berada di bawah peringatan kekeringan. Di mana tanah telah mengering dan vegetasi “menunjukkan tanda-tanda stres”.

Analisis menemukan bahwa hampir semua sungai Eropa telah mengering sampai batas tertentu. Sementara tekanan air dan panas “secara substansial mengurangi” hasil panen musim panas. (AHM/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini