Oleh : Damai Hari Lubis – Ketua KORLABI ( Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212 )
” ( Perbedaan dan Persamaan Karakteristik Anies – Jokowi )”
KNews.id- Perbedaan Pola Anies dengan Jokowi dalam debut awalnya untuk menjadi bakal capres, adalah historis politiknya Anies untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta, dekat dengan politik identitas, penyebutan yang lumayan ” ekstrim ” untuk ummat muslim di tanah air, sedangkan metode politik Jokowi menggunakan jargon wong cilik pra Walikota Surakarta atau dengan pola politik yang dapat disebut sebagai politik identitas yang mirip sosialis
Menjelang bakal capres 2014 faktor kebohongan Jokowi dimulai dari janji Esemka, sedangkan debut kebohongan Anies sebagai bakal capres 2024 dimulai bohongnya kepada koalisinya, yakni terhadap Partai Demokrat dan kepada PKS untuk tiba – tiba, tanpa upaya keras maksimal sebelumnya melakukan musyawarah di KPP. ( Koalisi Partai Untuk Perubahan ) untuk melakukan koalisi baru atau kolaborasi antara Partai Nasdem, tempat pijakan politik Anies dengan Partai PKB. Atau antara subjek SP dan Anies dengan Cak Imin.
Secara de facto tentu PKS ikut dibohongi sejak awal pendekatan diam – diamnya Anies dan SP. Terkecuali PKS ” dikondisikan atau mengkondisikan diri sedemikian rupa agar ” kura – kura dalam perahu “, oleh sebab ewuh pakehuh, tidak tegel hati jika dianggap oleh PD sahabat juangnya di badan legislatif, bahwa Anies dan PKS melakukan ” konspirasi jahat” , dan selanjutnya PKS untuk bisa ( diperalat ) dapat bebas upaya melakukan diskursus politik positif secara nice political melalui metode, ” political aproach atau pendekatan politik kepada PD “.
Selebihnya sesuai pengakuan Anies dihadapan Najwa Shihab, dan Jokowi sepengetahuan umum atas dasar statemen Megawati, menjadikan keduanya Jokowi dan Anies sama – sama petugas partai, seorang petugas partai yang prakteknya presiden Jokowi membuat kondisi politik menjadi gundah gulana dan syak wasangka bangsa ini.
Jika dikomparasi, terhadap faktor kwalitas dan inovasi ( profesionalitas dan Proporsionalitas ) dan akuntability, dari faktor produk kinerja yang dihasilkan, saat menjabat Gubernur DKI. Jakarta, antara Jokowi plus Ahok ( 5 Tahun ), dengan Anies, maka realitas produk dari sisi kreatifitas, kwalitas dan kuantitatif, Anies jauh lebih unggul.
Namun, kelebihan dan kekurangan antara keduanya, janji Jokowi terhadap Esemka, membutuhkan durasi tempo penantian harapan seluruh bangsa ini terlebih dahulu, dan ditunggu banyak orang dari berbagai lapisan dan acungan gambar jempol keatas. Namun Anies menciptkan sosok gambaran penghianatan terlebih dahulu kepada para pendukungnya daripada hasil ” kebohongannya “.
Sehingga, teori kebohongan Jokowi nampak atas hasil, sedangkan kebohongan Anies yang banyak diharap sebagai sosok cerdas dan tokoh pembaharuan pada banyak sektor sistim dalam menjalankan roda pemerintahannya kelak, sesuai ucapan janjinya, dianggap sudah bisa digambarkan bakal menjadi sosok pemimpin yang cenderung menjadi sosok bakal figur pemimpin yang sulit dipercaya saat pra hasil atau sebelum duduk di kursi RI. 1.
Tidak lupa, atau kah penulis yang lupa ? Terdapat perbedaan yang cukup mencolok lainnya, Anies , tranparansi mengakui sejak dini, dirinya adalah sosok petugas partai, sedangkan Jokowi secara pribadi belum pernah eksplisit menyampaikan ” saya adalah petugas partai “.
Lalu, berjalannya waktu perihal status petugas partai ini, berimplikasi fenomena politik kepentingan partai dari Sang bos berikut stakeholder partai, selaku pemberi tugas kepada presiden, sehingga dibaca atau terbaca presiden bukan bekerja dan memutus kebijakan sebagai untuk dan demi bangsa, namun cenderung presentasi presiden prosentasenya lebih besar demi kepentingan partai dan para pengusaha dari para pendukungnya atau kelompok oligarki.
Maka mengherankan, terhadap sinyalemen kekhawatiran banyak publik bangsa ini terhadap hasil – hasil diskresi ( kebijakan ekonomi, hukum dan poltiik ) menerbitkan dampak negatif daripada status ” petugas partai terhadap sosok presiden ( Jokowi ), sebaliknya status petugas partai justru seolah malah menjadi faktor kebanggaan oleh seorang Anies Bawedan, jadi mana lebih logis, tentang makna cerdas atau level kecerdasan Jokowi atau kah Anies Baswedan.
Sehingga konklusinya, terhadap kedua sosok tokoh ini adalah ” whatever ” rakyat bangsa ini, tentu terhadap semua perbedaan dan asas atau prinsip ber – demokrasi akan ada yang saling men-juge, ada pro ada kontra, ada aroma subjektif atau beraroma objektifitas, namun gamblang dimata publik bahkan berakibat dimensi kecemburuan sebuah kelompok kepada para pendukung Jokowi, karena Jokowi ternyata setia kepada para pendukungnya, sedangkan Anies masih perlu diuji kesetiaan kepada para pendukungnya kelak, faktanya ? yang sudah Ia presentasikan kepada sebagian besar publik oleh pengakuan dirinya sendiri dihadapan Najwa Shihab, tentu sulit membodohi kandungan subtansial dari rangkuman klarifikasi atau ” cerita ” dari dirinya, khususnya bagi para nalar sehat, istimewanya dari sisi pandang aktivis yang notabene ahli hukum
Catatan : artikel ini adalah berdasarkan data empirik, dapat dipertangung jawaban secara argumentatif, tranparansi dan ilmiah ( diskusi hukum ) serta bukan ingin bermaksud mendukung para capres selain Anies Rasyid Baswedan. (Zs/NRS)
Discussion about this post