“Memang risiko kreditnya, default risknya karena government securities kelihatannya rendah, tapi yang menjadi isu adalah risiko valuasi. Karena surat berharaga yang dipegang oleh bank ini sebagian adalah available for sale (AFS) sehingga terkena mark to market valuasi. Sebagian bahkan sangat kecil yang hold to maturity (HTM) sehingga terjadi loss dalam securities valuation,” jelasnya.
Hal ini dikarenakan suku bunga The Fed atau Federal Funds Rate dan US Treasury Yield (Yield Obligasi Pemerintah AS) naik, kemudian harga dari surat berharga menjadi turun sehingga terjadi negatif valuasi.
“Negatif valuasi ini yang kemudian menggerogoti modalnya. Kerugian valuasi. Barangnya sih aman tapi karena available fosil makanya mark to market loss yang menggerogoti modal,” ungkapnya.