spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Begini Nasib Negara-negara Bangkrut Sebelum Sri Lanka

KNews – Begini nasib negara-negara bangkrut sebelum Sri Lanka. Sri Lanka bangkrut karena gagal membayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai US$51 miliar atau Rp754,8 triliun (asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS).

Masalah kebangkrutan sebenarnya bukan kali pertama melanda sebuah negara. Selain Sri Lanka, sejumlah negara juga pernah bangkrut.

- Advertisement -

Bahkan, kebangkrutan terjadi jauh sebelum ketidakpastian ekonomi global akibat perang dan pandemi.

Negara yang pernah bangkrut di antaranya Yunani, Argentina, dan Zimbabwe. Negara tersebut-negara bangkrut karena berbagai faktor.

- Advertisement -

Lantas bagaimana kondisi negara yang pernah bangkrut saat ini?

1. Yunani

Yunani tak bisa membayar utang senilai US$138 miliar atau Rp1.987 triliun (kurs Rp14.400 per dolar AS) pada 2012 lalu.

- Advertisement -

Yunani kemudian disebut-sebut menyandang status bangkrut pada 2015 karena utang terus meningkat hingga US$360 miliar atau Rp5.184 triliun.

Pada 2016, Mekanisme Stabilitas Eropa Uni Eropa mengucurkan 7,5 miliar euro ke Yunani yang kemudian digunakan untuk membayar utang. Yunani pun mulai melakukan langkah-langkah penghematan.

Pada 2017, Yunani menerbitkan obligasi pertamanya sejak 2014. Kemudian dengan penerbitan obligasi pada 2020, rasio utang Yunani diprediksi mencapai 188,8 persen dengan nilai utang 337 miliar euro, naik dari posisi 2019 yang sebesar 331 miliar euro.

Pada 2021, ekonomi Yunani melesat 8,3 persen. Angka tersebut berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang babak belur dihantam pandemi, minus 9 persen.

2. Argentina

Argentina dinyatakan gagal bayar (default) karena tak bisa melunasi utang ke kreditur.

Pada 2018, pemerintah Argentina mengajukan pinjaman US$50 miliar atau Rp720 triliun ke Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) pada 2018.

Sementara, Argentina mengungkapkan tak bisa membayar utang ke IMF sebesar US$45 miliar atau Rp648 triliun pada tahun ini. Pemerintah mengaku tak memiliki dana untuk membayarnya.

3. Zimbabwe

Zimbabwe terlilit utang hingga US$4,5 miliar atau Rp64,8 triliun pada 2008. Tingkat pengangguran Zimbabwe juga melonjak hingga 80 persen.

Pada 2009, Zimbabwe berhenti mencetak mata uangnya. Sejak itu Zimbabwe telah menggunakan kombinasi mata uang asing, sebagian besar dolar AS.

Pada 2019, Zimbabwe mengumumkan pengenalan kembali dolar RTGS, yang sekarang dikenal sebagai ‘dolar Zimbabwe’.

Namun, inflasi meningkat pada pertengahan 2019 hingga 174 persen dan menyebabkan negara tersebut mengalami hiperinflasi. Pada Mei 2022, negara ini mengalami inflasi 131,7 persen atau naik dari 96,4 persen dari April.

4. Venezuela

Pada 2017, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan pemerintahannya tak bisa membayar seluruh utangnya.

Ia mengaku Venezuela dan perusahaan minyak negara tersebut akan meminta restrukturisasi terhadap pembayaran utang.

Venezuela tercatat memiliki utang kepada sejumlah negara. Beberapa negara tersebut, antara lain China dan Rusia.

Laporan PBB memperkirakan 94 persen rakyat Venezuela hidup dalam kemiskinan pada 2019. Kemudian pada 2021, 94,5 persen rakyat Venezuela hidup dalam kemiskinan pada 2021.

5. Ekuador

Ekuador menyatakan tak mau membayar utang pada 2008 lalu. Pemerintah mengatakan utang dari hedge fund asal AS tak bermoral.

Ekuador sebenarnya mampu untuk membayar utang yang mencapai US$10 miliar atau Rp144 triliun Namun, pemerintah lebih memilih tak membayar utang.

Pemerintah saat itu mengklaim utang negara di masa lalu disebabkan aksi korupsi di pemerintahan sebelumnya.

IMF mencatat ekonomi Ekuador masih tumbuh. Pada kuartal IV 2021 lalu, laju ekonomi Ekuador mencapai 4,9 persen.

Sementara itu, Ekuador mendapatkan pinjaman sebesar US$643 juta atau Rp9,25 triliun dari IMF pada 2020. Dana itu digunakan untuk pembiayaan darurat menangani pandemi covid-19. (RKZ/cnn)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini