Adapun menurut Bhima, sebenarnya sudah ada kode etik di asosiasi yang mengatur fintech, tapi diharapkan kepatuhannya lebih baik.
Selain itu, Bhima bilang penyusunan standar operasional dalam credit scoring juga penting, sehingga variabel penyusunan risiko kreditnya lebih dioptimalkan. Anggota juga perlu diberi tugas untuk selalu melakukan literasi kepada calon peminjam, sehingga persepsi bahwa pinjaman fintech tidak perlu dibayar harus dihapus.
Lebih lanjut, setiap peminjam punya tanggung jawab yang sama untuk mengembalikan dana plus bunga atau denda keterlambatan. Terkadang, calon peminjam hanya tau fintech cepat prosesnya, tapi tidak baca detil konsekuensi pembayaran bunga dan tepat waktu dalam bayar cicilan.
Selain itu, sebagian calon peminjam lebih didasarkan pada coba-coba, disebut sebagai digital lending tourist, tertarik karena promo tapi setelah dicoba lalu tidak bisa membayar tagihan. (Ach/Ktn)