KNews.id – Jakarta, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan tarif yang cukup tinggi kepada China, yang kemudian dibalas dengan tarif yang sama oleh China.
Tiongkok mengatakan akan terus “berjuang sampai akhir” dan mengambil tindakan balasan terhadap AS untuk melindungi kepentingan dalam negeri mereka. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50% atas impor Tiongkok sebagai balasan atas reaksi keras Beijing terhadap tarif sebesar 34% yang ia perintahkan pada tanggal 2 April.
“Ancaman AS untuk menaikkan tarif terhadap China adalah kesalahan di atas kesalahan dan sekali lagi mengungkap sifat pemerasan AS. China tidak akan pernah menerima ini,” kata Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di stasiun penyiaran milik pemerintah China CCTV.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan milik negara China diminta untuk membantu mendukung pasar keuangan negara tersebut setelah mereka terpukul oleh penjualan besar-besaran pada hari Senin.
Berbeda dengan China, negara-negara lain di Asia terlihat lebih lunak dan memilih jalur negosiasi dengan AS. Namun ada juga yang sepaham dan mendukung sikap keras China. Berikut adalah langkah yang diambil negara-negara di Asia sebagai reaksi atas kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Trump.
Bantuan untuk Produsen Mobil dan Pabrik Baja Jepang
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba telah berbicara dengan Trump pada Senin malam dan kemudian membentuk gugus tugas pada Selasa (8/4/2025) untuk mengurangi dampak akibat kebijakan tarif AS sebesar 24% yang dikenakan pada sekutu terbesar Washington di Asia ini.
Menteri Revitalisasi Ekonomi Jepang Ryosei Akazawa ditunjuk sebagai negosiator perdagangan utama dan pejabat senior untuk mewakili Jepang. Ia dikirim ke Washington untuk menindaklanjuti pembicaraan Ishiba dengan Trump.
Ishiba menginstruksikan para menterinya untuk melakukan yang terbaik agar Trump mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan juga mengurangi dampak dari tarif “timbal balik” AS, yang menurutnya akan menjadi pukulan bagi semua industri.
India Inginkan Kesepakatan
Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar telah berbicara dengan Menlu AS Marco Rubio pada Senin malam. Ia mengajukan penyelesaian awal negosiasi untuk perjanjian perdagangan bilateral.
India, yang menghadapi tarif 26% atas ekspornya ke AS, berharap akan adanya konsesi sebagai bagian dari kesepakatan dagang. Tahap pertama dari kesepakatan tersebut diharapkan akan dilaksanakan pada musim gugur ini.
Washington ingin India mengizinkan akses pasar yang lebih terbuka untuk produk susu dan pertanian AS lainnya, tetapi New Delhi menolaknya karena pertanian mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja India.
Sementara itu Menteri Perdagangan India Piyush Goyal berencana untuk bertemu dengan para eksportir pada hari Rabu untuk mengukur dampak potensial dan melindungi ekonomi mereka dari kebijakan tarif AS.
Sebuah pernyataan Departemen Luar Negeri AS mengatakan Rubio dan Jaishankar membahas cara-cara untuk memperdalam kolaborasi, tarif dan bagaimana membuat kemajuan menuju hubungan dagang yang adil dan seimbang.
Malaysia Menjanjikan Tanggapan dengan ‘Diplomasi Lunak’
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan pemerintahnya dan negara-negara Asia Tenggara lainnya akan mengirim pejabat ke Washington untuk membahas kebijakan tarif dan sedang berupaya membangun konsensus tentang tanggapan terpadu di antara 10 negara anggota ASEAN.
“Kami tidak percaya pada diplomasi megafon,” kata Anwar, “Sebagai bagian dari diplomasi lunak kami untuk keterlibatan yang tenang, kami akan mengirimkan pejabat kami di Washington bersama dengan rekan-rekan kami di ASEAN untuk memulai proses dialog,” ujarnya seperti dikutip dari The Associated Press.
Namun, ia menegur AS, dengan mengatakan perdagangan Malaysia dengan AS telah lama menjadi model keuntungan bersama, dengan ekspornya mendukung pertumbuhan Malaysia serta lapangan kerja berkualitas tinggi bagi warga Amerika. Tarif 24% yang baru-baru ini dikenakan pada impor Malaysia menurutnya telah merugikan semua pihak dan mungkin berdampak negatif pada ekonomi kedua negara.
Anwar mengatakan Malaysia akan tetap berpegang pada kebijakan diversifikasi perdagangannya di saat ketidakpastian atas globalisasi dan perubahan rantai pasokan.
Hong Kong Berjanji untuk Memperbanyak Perdagangan Terbuka
Hong Kong memiliki kebijakan perdagangan bebas dan beroperasi sebagai pelabuhan bebas dengan sedikit hambatan perdagangan. Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee, menggemakan penyataan Beijing dalam mengecam kebijakan tarif Trump. Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai intimidasi dan perilaku kejam yang telah merusak perdagangan dan meningkatkan ketidakpastian global.
Lee mengatakan kebijakan yang ditetapkan AS akan semakin mendekatkan Hong Kong dengan China daratan, menandatangani lebih banyak perjanjian perdagangan bebas, dan berupaya menarik lebih banyak investasi asing untuk membantu mengurangi dampak bea masuk AS yang lebih tinggi.