spot_img
Rabu, April 17, 2024
spot_img

AS Memperingatkan Indonesia terkait IKN Nusantara, Awas Datangnya Malapetaka dari RRC!

KNews.id- Indonesia sedang berusaha mempertahankan kedaulatannya di Natuna Utara dari rongrongan China. Indonesia kemudian memperkuat pertahanannya di Natuna, agar agresi China di sana mampu diredam. Setidaknya saat ini ada batalyon komposit yang dibentuk Indonesia di sana untuk mengintersep segala bentuk unsur China yang hendak menerobos Natuna Utara.

Ada jet tempur F-16, Korvet F2000 hingga artileri medan dipasang di Natuna

- Advertisement -

Memang dalam penggelarannya, militer Indonesia belum cukup kuat di Natuna. Karena lawan mereka China yang punya kapal perang sekelas fregat Jiangkai II class dan Destroyer Luyang II class.

Dua kapal perang tersebut masih kesulitan bila ditandingi sesama kapal kombatan milik Indonesia. Indonesia harus memikirkan cara lain bila harus menenggelamkan atau setidaknya mengancam pergerakan kapal perang China bila masuk ke Natuna Utara.

- Advertisement -

Pilihan Indonesia akhirnya jatuh ke jet tempur Rafale

Rafale buatan Prancis dibeli Indonesia sebanyak 42 unit. Kesediaan Rafale sebagai jet tempur multirole tak perlu diragukan lagi. Dirancang dari kesuksesan Super Etendard pada perang Malvinas, Rafale meneruskan tongkat estafet tangguhny alutsista buatan Dassault Aviation Prancis.

- Advertisement -

Rafale mampu menggotong rudal anti kapal AM39 Exocet.

AM39 Exocet merupakan rudal anti kapal yang khusus digendong oleh jet tempur. Ketika ia ditembakkan maka bakal terbang menuju sasaran dalam mode Sea Skimming. Yakni terbang sangat rendah mengikuti kontur gelombang laut supaya lebih sulit dideteksi lawan. Exocet dalam perang Malvinas memakan korban HMS Sheffield milik Royal Navy.

Ia tenggelam dihajar Exocet AL Argentina yang ditembakkan dari jet tempur Super Etendard, ‘kakek’ dari Rafale. Kesuksesan itu bisa ditiru dalam diri Rafale Indonesia. Apalagi Rafale Indonesia juga sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan SPECTRA, semakin sulit lagi bagi lawan menjatuhkannya.

Indonesia juga membeli F-15 Eagle II dari Amerika Serikat (AS)

Rafale dan F-15 inilah yang akan jadi game changer Indonesia bila harus menghadapi ancaman China di Natuna Utara. Media Malaysia, Defence Security Asia misalnya menggambarkan bahwa kekuatan udara di Asia Tenggara beberapa tahu kedepan akan jomplang. Kejomplangan ini akibat Indonesia kalap membeli Rafale dan F-15 Eagle II secara serentak.

“Keseimbangan kekuatan udara di Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan akan tidak lagi seimbang dengan beberapa negara regional (akan) jauh di depan dalam kekuatan angkatan udara mereka sementara beberapa negara lain tetap tertinggal,” jelasnya.

Selama ini memang Singapura memimpin di Asia Tenggara dalam hal kekuatan udara. Tapi bila Indonesia sukses mendaratkan Rafale dan F-15 Eagle II maka alamat Jakarta terkuat di ASEAN.

“Saat ini perimbangan kekuatan udara di Asia Tenggara masih relatif seimbang kecuali Singapura yang dua atau tiga langkah di depan negara lain dalam hal keunggulan militer kualitatif,” jelasnya.

Apalagi penambahan 48 unit KF-21 Boramae yang akan diperoleh Indonesia. Defence Security Asia menilai Indonesia sangat bernafsu menjadi militer nomor satu di ASEAN. Dalam beberapa tahun ke depan, TNI AU akan dilengkapi dengan 42 Rafale, 48 KF-21 dan 36 F-15EX (jika negosiasi Jakarta dengan Washington mengenai penjualan pesawat berjalan lancar). Indonesia sangat ingin menjadi kekuatan udara utama di Asia Tenggara dan sedang berusaha untuk itu,” paparnya.

Sekutu juga nampaknya merestui Indonesia memiliki Rafale. Adalah Australia yang mendukung Indonesia memiliki Rafale yang mereka sebut untuk melawan China.

“Indonesia membeli pesawat tempur senilai US$22 miliar karena bisa.

Negara-negara Asia Tenggara telah memodernisasi kekuatan militer mereka jauh sebelum China meningkatkan kekuatan militernya, terutama karena seiring dengan pertumbuhan ekonomi mereka, kekayaan pemerintah juga meningkat,” jelas Lowy Institute Australia. Bagi Australia, Rafale merupakan jawaban Indonesia atas ancaman China di Natuna Utara.

“Mengapa Indonesia melakukan investasi (pembelian Rafale) ini sekarang?

Tempat yang jelas untuk dilihat adalah China, yang kebangkitannya sebagai kekuatan maritim menciptakan komplikasi bagi Indonesia di Laut Cina Selatan,” jelasnya. Australia dan Indonesia mempunyai satu tujuan yakni menekan agar kekuatan China tak dominan di Asia Tenggara.

“Kedua negara memiliki satu kepentingan utama yang sama, yaitu memastikan bahwa China tidak pernah menjadi kekuatan dominan di maritim Asia Tenggara,” katanya.

Begitu pun dengan AS yang membentuk koalisi AUKUS untuk melawan China di Indo Pasifik. AUKUS menyarankan bila Indonesia juga harus bekerja sama dengan Jepang.

Pengamat militer Lowy Institute Australia, Herve Lemahieu menjelaskan kekuatan Jepang dibutuhkan Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya. Sebab negara-negara di Asia Tenggara belum bisa menyeimbangkan militernya melawan China.

“Indonesia, seperti semua tetangganya di Asia Tenggara, tidak memiliki kekuatan militer yang diperlukan untuk menghadapi China.

Jepang adalah ‘kekuatan pintar’ yang memiliki pengaruh diplomatik, ekonomi dan budaya yang signifikan dengan sumber daya yang terbatas,” paparnya.

Bukan cuma itu AS juga akan membantu Indonesia mempertahankan Natuna Utara.

“Kami mendukung upaya kuat Indonesia untuk menjaga hak maritimnya dan melawan agresi RRT di Laut Cina Selatan, termasuk di zona ekonomi eksklusifnya di sekitar Kepulauan Natuna,” tegas state.gov.

Tapi AS mengingatkan jika rencana pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan bisa mengundang malapetaka dari China. Hal itu diungkapkan oleh situs analis intelijen AS, ranenetwork.com pada 1 April lalu.

Rane mengungkapkan bahwa kepulauan Natuna punya posisi strategis. Sehingga bila satu saja kepulauan sekitar Natuna jatuh ke tangan China maka alamat buruk bagi Indonesia.

“Wilayah maritim di sekitar Kepulauan Natuna juga termasuk lokasi-lokasi kunci pertahanan yang strategis, menjadikannya semakin penting dari sudut pandang Indonesia.

Jika China menguasai pulau-pulau ini atau wilayah di sekitarnya, itu akan merusak posisi keamanan Indonesia dengan memberi pasukan China tempat yang dekat untuk melancarkan serangan terhadap Indonesia,” papar ranenetwork.com.

Karena militer China juga bisa mengatur lalu lintas udara dan laut di sana bila sudah menguasai salah satunya.

“Kedekatan pulau-pulau dengan Indonesia menghadirkan risiko keamanan yang signifikan untuk pertahanan negara Indonesia dan memungkinkan militer untuk memantau jalur perdagangan melalui wilayah tersebut,” lapornya.

Soal pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan, AS menperingatkan Penajam Paser masuk dalam jangkauan tempur pesawat pembom nuklir Xian H-6 China. Malapetaka bisa ditimbulkan oleh pembom nuklir China tersebut di atas ibu kota baru Indonesia.

“Jauh sebelum rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, Amerika Serikat telah mengingatkan Indonesia soal ancaman pesawat pembom China.

Peta radius serangan menunjukkan bahwa pembom H-6 China yang berbasis di Pulau Woody sekitar 400 mil dari Hong Kong dapat menyerang target jauh di timur Filipina, dan selatan Singapura, Selat Malaka, dan ibu kota Indonesia Jakarta,” jelasnya.

Bukan cuma itu, jet tempur J-11 China dari sana juga bisa menjangkau Kalimantan Timur.

“Pesawat tempur J-11 China dapat menjangkau hingga Singapura, Balikpapan (yang juga merupakan wilayah Kalimantan Timur), dan Laut Jawa, serta ke timur Filipina.

Vietnam Selatan dan Malaysia akan berada dalam jangkauan kekuatan udara China,” kata Rane.

Sah-sah saja Indonesia memindah ibu kota baru ke Kalimantan Timur, namun patut diingat unsur pertahanan udaranya harus kualitas satu agar mencegah pesawat militer China terbang di atasnya. (AHM/pkrnrk)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini