spot_img

Upah Relawan Pekerja Dapur MBG Ternyata di Bawah UMK, Relawan Pasutri Berhenti

KNews.id – Jakarta, Upah untuk 47 relawan yang bekerja di Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) ternyata di bawah UMK. Diketahui, gaji sepenuhnya ditangani oleh Satuan Pemenuhan Gizi Gratis (SPPG) di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Hal itu seperti disampaikan Kepala SPPG Sumenep, Mohammad Kholilur Rahman. Ia menyatakan, tidak benar bahwa Kodim 0827 menangani gaji relawan di dapur MBG, seperti yang sebelumnya ditulis sejumlah awak media.

- Advertisement -

Namun demikian, Kholilur mengakui bahwa hingga hari ini, tidak ada memorandum of understanding (MoU) antara relawan yang bekerja di dapur makan bergizi gratis dan SPPG yang menaungi mereka selama bekerja.

“Kami belum membuat MoU dengan semua relawan (hingga hari ini),” ungkapnya.  Selain itu, Kholilur enggan mengungkap besaran gaji atau upah yang akan diterima oleh relawan yang bekerja di dapur makan bergizi gratis.

- Advertisement -

Dia hanya memastikan bahwa upah yang akan diterima oleh mereka di bawah upah minimum kabupaten (UMK). Lantaran mereka dikategorikan sebagai relawan, bukan karyawan. “Tidak akan mendapat gaji sesuai UMK, karena relawan bukan karyawan,” ucapnya.

Setiap relawan yang bekerja di dapur makan bergizi gratis akan menerima gaji dengan sistem harian. Namun gaji tersebut akan direalisasikan setiap akhir bulan. “Sistemnya harian, bayarannya bulanan,” katanya. Gaji untuk relawan akan diambilkan dari pagu anggaran yang diterima oleh SPPG.

Namun hingga kini, Kholilur sebagai kepala SPPG, belum mengetahui besaran pagu anggaran yang akan diterima. Pihaknya juga belum mengetahui bagaimana mekanisme pagu anggaran tersebut akan direalisasikan.

Sebelumnya, Kholilur membenarkan bahwa ada sejumlah relawan yang mengundurkan diri. Menurutnya, data terakhir menunjukkan bahwa ada lima relawan yang mengundurkan diri dengan berbagai alasan, termasuk jam kerja yang dinilai terlalu lama.

“Relawan yang mengundurkan diri terjadi antara dua pekan setelah program Makan Bergizi Gratis dimulai pada tanggal 13 Januari 2025 lalu.” “Tapi sudah ada penggantinya,” ujar Kholilur Rahman.

Saat ditanya mengenai tidak adanya kepastian gaji bagi relawan, Kholilur Rahman menjelaskan bahwa seluruh proses rekrutmen dilaksanakan oleh Kodim 0827 Sumenep. “Saya hanya diperkenalkan dengan mereka (relawan), lalu menjalani program sesuai arahan Badan Gizi Nasional (BGN),” pungkasnya.

- Advertisement -
Diberitakan sebelumnya, sepasang suami istri di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengundurkan diri sebagai relawan di dapur makan bergizi gratis. Pasutri tersebut adalah Moh Farid (56) dan Asia Wulandari (48), warga Desa Pandian, Kecamatan Kota, yang sehari-hari menjalankan usaha warung nasi.

Farid awalnya bertugas di bagian pemorsian, sementara istrinya, yang akrab disapa Wulan, ditugaskan di bagian penyayuran. Farid menjelaskan bahwa relawan di bagian penyayuran bekerja sejak pukul 01.00 WIB hingga selesai. Ia memasak sayur bersama relawan lain yang bertugas memasak nasi.

Sementara itu, relawan di bagian pemorsian mulai bekerja sejak pukul 04.00 WIB, hingga semua menu selesai dimasak. Kini keduanya memutuskan untuk mengundurkan diri setelah dipindahtugaskan ke bagian lain.

Farid ditugaskan sebagai sekuriti dapur, sedangkan Wulan dipindah ke bagian pemorsian. Farid mengungkapkan bahwa istrinya memilih mundur karena jam kerja di dapur makan bergizi gratis bersamaan dengan jadwal buka warung nasi mereka yang telah dirintis selama 13 tahun.

Farid juga merasa tidak nyaman karena harus bekerja sendirian sebagai sekuriti. Alasan lain di balik pengunduran diri mereka adalah tidak adanya kepastian mengenai gaji yang akan diterima selama bekerja di dapur makan bergizi gratis.

Farid mengungkapkan bahwa sejak mengikuti pelatihan di Kodim 0827 Sumenep pada September 2024, tidak ada dokumen yang ditandatangani terkait besaran gaji. “Tidak ada sama sekali hitam di atas putih, Mas,” kata Farid kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya, Kamis (30/1/2025).

Farid juga sempat menanyakan kepada Kepala SPPG, Mohammad Kholilur Rahman, mengenai kepastian gaji saat berkunjung ke rumahnya pada 11 Januari 2025. Namun, dia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Farid hanya mengetahui bahwa nominal gaji relawan yang bertugas di malam dan siang hari berbeda.

Hingga pengunduran diri mereka, Farid tetap tidak tahu berapa gaji yang akan diterima. Bahkan setelah pengunduran diri, ia mengaku tidak ada perwakilan dari SPPG Sumenep yang menghubunginya untuk klarifikasi.

Di sisi lain, ada aturan sekolah dikenakan denda jika menghilangkan wadah Makan Bergizi Gratis. Jika hilangkan wadah yang disebut ompreng tersebut, sekolah harus bayar Rp80 ribu per buah.

Aturan ini diberlakukan di Magelang, Jawa Tengah. Denda tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi Kota Magelang dengan para penerima program. Diketahui, program MBG di Magelang telah dilaksanakan sejak 6 Januari 2025, dengan jumlah penerima mencapai 2.629 siswa di 16 sekolah.

Sejak Senin (20/1/2025), jumlah penerima bertambah sebanyak 316 siswa dari lima sekolah tambahan. Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi Kota Magelang, M Rauuf Oktavian Nur, menjelaskan bahwa sebelum makanan disalurkan, telah ada kesepakatan dengan pihak sekolah penerima.

“Apabila ompreng hilang, sekolah menanggung denda Rp80.000 per ompreng yang hilang.” “Tujuannya agar kita semua menjaga barang punya negara ini. Biar bisa dipakai seterusnya,” ujarnya di kantornya.

Rauuf juga menyampaikan bahwa sejak MBG beroperasi, jumlah ompreng yang kembali ke dapur selalu lengkap. Mengenai sisa makanan yang dihasilkan setelah dikonsumsi siswa, dia menyebutkan bahwa sampah makanan yang dihasilkan relatif sedikit.

“Food waste ini paling satu kresek kecil. Enggak sampai 1 kilogram dari 16 sekolah,” ucapnya. Dia mengungkapkan bahwa sampah makanan yang paling banyak dihasilkan termasuk dalam kategori food loss, seperti bekas potongan sayur atau buah, yang terjadi pada tahap produksi dan tidak sampai dikonsumsi.

Rauuf menambahkan bahwa pihaknya telah meminta sekolah untuk mengedukasi siswa agar menghabiskan makanan yang disajikan. Namun, Rauuf mengakui adanya kasus di mana siswa memberikan lauknya kepada teman-teman mereka karena alasan tertentu.

“Memang butuh waktu mengajarkan anak-anak untuk menyesuaikan dengan makanan bergizi karena mereka terbiasa dengan makanan ultra-processed food, instan,” pungkasnya.

(FHD/Trbn)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini