spot_img
Kamis, April 18, 2024
spot_img

Sosok Orang AS Ini yang Dorong Indonesia Masuk ‘Jurang’ IMF!

KNews.id- Pagi hari yang cerah pada 9 Januari 1998 telepon kantor Istana Negara tiba-tiba berbunyi. Rupanya itu telepon masuk dari Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton. Presiden Soeharto bergegas mengangkatnya.

Setelah basa-basi khas orang teleponan, Clinton langsung bicara panjang-lebar kepada Soeharto.

- Advertisement -

“Pak Presiden, saya ingin bicara secara personal. Saya mengikuti perkembangan situasi di Indonesia. Saya tau itu sangat sulit. Tapi, Amerika percaya peran besar Indonesia di kawasan. Maka, kami percaya peran penting itu dan mendukung sepenuhnya lewat program IMF.

Saya memahami direktur IMF Camdessus akan berada di Jakarta dalam waktu singkat, Maka, saya mendesak Anda dan tim ekonomi Anda untuk bekerja sama secara erat dengannya. Saya akan segera mengirim sekretaris Departemen Keuangan Larry Summers untuk berkonsultasi dengan tim ekonomi Anda,” ujar Clinton.

- Advertisement -

Dari sekian ocehan panjang Clinton itu, Soeharto hanya menjawab secara normatif tanpa argumentasi dan kritikan balik.

“Terima kasih atas pandangannya. Saya segera bertemu dengan IMF pada 15 Januari 1998. Saya mengapresiasi bantuan Anda […],” balas Soeharto.

- Advertisement -

Percakapan di atas dikutip dari arsip rahasia AS yang sudah dibuka untuk umum pada 2018 lalu. Dari arsip itu diketahui bahwa memang Bill Clinton mendesak Indonesia di masa krisis untuk menerima paket ekonomi baru dari IMF menggantikan paket yang gagal pada tahun sebelumnya.

Rosidi Rizkiandi lewat Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi (2016) memaparkan bahwa Soeharto sebetulnya sudah skeptis bahwa bantuan IMF tidak bakal bekerja dengan baik. Sebab, kondisi keuangan dan perbankan semakin tidak karuan. Di akar rumput, rakyat mulai ‘ngamuk’ karena harga bahan pokok perlahan naik. Mulai terendus tanda bahwa krisis ekonomi beralih menjadi krisis politik.

Saat Clinton menelpon pun dia sebenarnya sudah mencari alternatif dengan mengundang ekonom AS bernama Steve Hanke. Hanke tidak hanya diterima sebagai tamu, melainkan juga bakal diangkat sebagai penasihat ekonomi presiden. Lewat posisi inilah dia menawarkan sistem baru, yakni Currency Board System (CBS).

Boediono melalui Ekonomi Indonesia dalam Lintasan Sejarah (2016) menyebut CBS adalah sistem yang dilaksanakan di negara dengan kurs mata uang yang lemah. Sistem ini bekerja dengan mematok nilai tukar secara tetap antara mata uang lokal dengan mata uang lain, seperti rupiah terhadap dollar.

Hanke dalam tulisannya di Forbes 2017 silam mengaku CBS adalah jalan terbaik untuk Indonesia saat itu dan diprediksi bakal berhasil. Sebab, tidak ada satupun negara yang gagal saat menerapkan CBS.

Soeharto pun setuju dan segera mengumumkannya dalam pidato kenegaraan. Namun, upaya ini lagi-lagi dijegal oleh IMF.

“IMF dan pemerintah AS marah,” kata Hanke.

Kedua pihak tersebut dengan segera menelepon kembali Soeharto. Bill Clinton kembali meminta Soeharto ‘menelan’ resep ekonomi IMF. Pada akhirnya, Soeharto pun membatalkan program CBS dan tetap membebek ke IMF.

Hingga akhirnya, pada 15 Januari 1998, atas desakan Clinton dan dua pemimpin negara (Perdana Menteri Jepang Hasminoto Ryutaro dan Kanselir Jerman Helmut Kohl), Soeharto benar-benar menerima paket ekonomi IMF sebesar US$ 43 miliar.

Belakangan, itu semua terbukti ada peristiwa tersembunyi di balik penjegalan Clinton itu.

Hanke secara terang-terangan menyatakan bahwa AS lewat IMF ingin Soeharto lengser. Masih mengutip buku Rosidi Rizkiandi, pernyataan serupa juga diikuti tokoh politik dan ekonomi dunia.

Seperti peraih nobel ekonomi, Merton Miller, yang menyebut bahwa penolakan tersebut adalah bentuk ketakutan pemerintah AS karena kalau CBS berhasil dilakukan Soeharto akan tetap berkuasa. Lalu, PM Australia Paul Keating dengan tegas juga menyebut “AS tampak dengan sengaja menggunakan ambruknya ekonomi sebagai alat untuk menggusur Soeharto.”

Lebih dari itu, mengacu pada buku Transitions to Democracy: A Comparative Perspective (2013), Camdessus sendiri pernah mengakui bahwa IMF secara tidak langsung berperan dalam menciptakan kalutnya situasi politik Indonesia yang berdampak pada lengsernya Soeharto.

Aisyah Llewellyn dalam tulisannya di New Naratif menyebut ketidaksukaan Clinton itu tidak terlepas dari banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Soeharto di Timor Timur. Salah satu yang fenomenal adalah pembantaian Santa Cruz pada 1991, saat terjadi penembakan terhadap 250 aktivis pro-demokrasi.

Namun, terlepas dari campur tangan AS di balik krisis 25 tahun lalu, Soeharto pada akhirnya benar-benar lengser dan Indonesia mengakhiri era otoritarianisme. (RZ/CNBC)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini