KNews.id – Jakarta, Rosan Roeslani membagikan kisah di balik penunjukannya oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia pada Februari 2025.
Dalam catatan Bisnis, lembaga yang ditugaskan mentransformasi kekayaan negara dan BUMN itu sebelumnya dipimpin oleh Muliaman Darmansyah Hadad sejak 21 Oktober 2024. Menurut Rosan, pembentukan sovereign wealth fund (SWF) ini merupakan visi besar Presiden Prabowo untuk mengonsolidasikan lebih dari 1.000 BUMN ke dalam satu payung investasi.
Konsolidasi tersebut mencakup perusahaan dari berbagai sektor strategis, mulai dari pelabuhan, energi, hingga perbankan. “Skalanya bervariasi, dari perusahaan besar hingga kecil. Menariknya, hanya sekitar 10 perusahaan yang selama ini menyumbang dividen signifikan bagi negara,” ucapnya dalam Forbes Global CEO Conference, Selasa (14/10/2025).
Rosan kemudian mengisahkan penunjukannya sebagai Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia yang datang secara tidak terduga. Sebab, awalnya bukan dirinya yang direncanakan memimpin lembaga tersebut.
Seperti diketahui, Danantara Indonesia semula dipimpin oleh Muliaman Darmansyah Hadad dan Kaharuddin Djenod. Namun, pucuk kepemimpinan itu berubah menjelang pembentukan Danantara dalam payung Undang-Undang BUMN sejak Februari 2025.
“Awalnya sudah ada orang lain yang ditunjuk, tetapi setelah berdiskusi panjang selama 3 jam di kantor beliau tentang SWF, Presiden bilang ‘saya sudah menemukan orang yang tepat. Sekarang kamu pimpin Danantara,” tutur Rosan.
Rosan mengaku terkejut lantaran saat itu dirinya sudah memegang jabatan lain, yakni Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Namun, Presiden Prabowo tetap menegaskan keputusannya. “Beliau mengatakan, ‘sekarang kamu juga CEO Danantara, dana kekayaan negara senilai triliunan dolar.’
Itu tentu amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” pungkasnya. Salah satu langkah awal yang diambil oleh Danantara di bawah komandonya adalah merampingkan struktur dewan komisaris di perusahaan negara.
Menurut Rosan, langkah tersebut dilakukan untuk mempercepat pengambilan keputusan dan meningkatkan efisiensi tata kelola dari perusahaan pelat merah. “Dulu, satu BUMN bisa punya 12–15 komisaris, tapi setelah evaluasi, kami kurangi menjadi 5–6 orang.
Sebab dewan komisaris hanya bertemu dengan direksi sebulan sekali, bahkan di bank besar hanya setiap tiga bulan,” ucapnya. Selain itu, Danantara juga menghapus bonus tahunan (tantiem) bagi komisaris. Sebelumnya, kata Rosan, bonus komisaris bisa mencapai 45% dari level direksi.
Adapun penyesuaian aturan tentang tantiem, insentif, dan penghasilan lain bagi direksi dan komisaris BUMN disampaikan oleh Danantara Indonesia lewat Surat Edaran No. S-063/DI-BP/VII/2025 tertanggal 30 Juli 2025.
“Setelah dibandingkan dengan praktik di negara-negara ASEAN dan dunia, Presiden menyetujui penghapusan bonus. Hasilnya, dari sekitar 5.000 komisaris di 1.000 perusahaan, kebijakan ini menghemat sekitar US$500 juta per tahun.”



