Oleh : Sutoyo AbadiĀ
KNews.id – Jakarta, Sebuah artikel dari Prof Daniel M Rosyid pendek tetapi padat isi dengan judul Reformasi POLRI : Dari Dalam atau Dari Luar ? Surabaya 10/10/2025 :
Prof Daniel M Rosyid berpendapat bahwa reformasi POLRI ini harus dimulai dari luar, yaitu perubahan tata kelola penyediaan keamanan dan ketertiban sebagai public goods. Perubahan ini dipijakkan pada prinsip : “aparatur negara yg dipersenjatai untuk melakukan kekerasan terbatas harus dipimpin oleh sipil”
Lebih lanjut dikatakan, “Institusi Polri harus dibatasi kekuasannya dan diawasi dengan ketat. Jika tidak, maka institusi itu akan melakukan _power misuse , atau abuse atau diperalat oleh politisi busuk dan taipan hitam. Itu sudah terjadi selama 10 tahun terakhir. Harus diingat, bahwa Indonesia pernah menjadi Roma di tangan Nero. This has to end here and now”
Reformasi POLRI sebaiknyan menempatkan POLRI di bawah Kementrian Keamanan dan Ketertiban Nasional yg selevel Kemenhan.
Penulis ikutan telah menurunkan artikel pendek ( 28/09/2025 )Ā : bahwa, Kapolri Telah Berbuat Makar Terhadap Kebijakan Presiden, kesan perbuatan makar tersebut karena Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/2025 tentang pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri pada 17 September 2025, dilakukan tanpa sepengetahuan Presiden yang saat itu masih di luar negeri , mendahului rencana Presiden Prabowo Subianto akan membentuk Komite Reformasi Kepolisian.
Perbuatan nekad Kapolri itu melanggar Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menegaskan struktur, fungsi, dan kedudukan Polri dalam sistem ketatanegaraan, bahwa perubahan fundamental atas kelembagaan Polri bukan kewenangan Kapolri.
Presiden sudah memperlihatkan kemarahannya tidak mengakui Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/2025 tentang pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri pada 17 September 2025, dan menegaskan bahwa reformasi Polri hanya ada Komite Reformasi Kepolisian yang akan dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
Kemarahan Presiden Prabowo, bermakna bahwa Kapolri telah melewati batas kewenangannya, sayang Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sepertinya tidak mengerti atau kurang memahami sinyal tersebut.
Tiba tiba dalam sebuah wawancara dg Rosi Silalahi di KOMPAS TV baru-baru ini. Kapolri Listyo Sigit menyatakan bahwa reformasi dari luar tidak akan berguna apabila POLRI dari dalam tidak melakukan reformasi.
Ini berbahaya karena muncul lagi kesan melawan Presiden Prabowo Subianto, semestinya menahan diri menunggu terbentuknya Komite Reformasi Kepolisian oleh Presiden, dan hasil kerja Tim tersebut. Kapolri ( siapapun Kapolrinya ) wajib melaksanakan apapun Keputusan Presiden.
Kapolri kurang menyadari bahwa dari berbagai kajian menunjukkan bahwa Polri masih menghadapi persoalan mendasar terkait akuntabilitas, profesionalisme, dan kepercayaan publik (Sebastian, 2006; Mietzner, 2009).
Kesalahan tata kelola kepolisian selama ini adalah akar korupsi sistemik yang mencengkram hampir seluruh lembaga penyelenggara negara.
Urusan keamanan dan ketertiban, tetap urusan sipil, prinsipnya adalah supremasi sipil, bahkan aparatur negara yg bersenjata harus tunduk pada pemerintahan sipil. Pernyataan Kapolri Listyo Sigit diatas bisa diartikan melawan Presiden sebagai simbol supremasi sipil yang memperoleh mandat melalui proses politik.
Reformasi POLRI ini harus dimulai dari luar. Prinsipnya benar seperti di ungkapkan oleh Prof. Daniel M Rosyid bahwa “-aparatur negara yg dipersenjatai untuk melakukan kekerasan terbatas harus dipimpin oleh sipil. Institusi ini harus dibatasi kekuasannya dan diawasi dengan ketat. Jika tidak, maka institusi itu akan melakukan _power misuse , atau abuse atau diperalat oleh politisi busuk dan taipan hitam.
Itu sudah terjadi selama 10 tahun terakhir. Harus diingat, bahwa selama itu dan sampai sekarang polisi bukan pengayoman dan pelindung rakyat tetapi telah dipertontonkan dalam sikap terjangnya sebagai musuh rakyat.
Tim Reformasi Kepolisian yang akan di bentuk Presiden Prabowo Subianto, sudah sangat mendesak untuk mengatasi kepercayaan publik ( rakyat ) yang sudah pada titik nadir bahkan sudah terdengar rakyat minta Polri dibubarkan saja dan di tata ulang secara fundamental.
Kalau Kapolri tetap menunjukkan sikap meremehkan Presiden Prabowo Subianto, adalah menjadi wewenang Presiden mencopot Kapolri Listyo Sigit Prabowo, lebih cepat lebih baik.
(FHD/NRS)



