spot_img

Pemerintah Kembali Menggulirkan Stimulus Ekonomi Senilai Rp 24,4 Triliun Untuk Kuartal II 2025

KNews.id – Jakarta, Pemerintah kembali menggulirkan stimulus ekonomi senilai Rp 24,4 triliun untuk Kuartal II 2025. Namun efektivitas kebijakan ini mulai dipertanyakan, apakah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi 5 persen?

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, efektivitas kelima insentif tidak akan signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5 persen.

- Advertisement -

“Efektivitasnya ke pertumbuhan ekonomi kecil, belum bisa capai 5 persen di kuartal II dan III,” ujarnya Minggu (8/6/2025).

Dia menjelaskan, insentif yang digelontorkan hanya memanfaatkan momen liburan sekolah sehingga efeknya hanya bersifat sementara dan lebih menguntungkan masyarakat kelas menengah ke atas.

- Advertisement -

Misalnya, insentif diskon tiket pesawat dan diskon tarif tol hanya dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas yang memiliki uang untuk jalan-jalan. Sementara masyarakat kelas menengah ke bawah belum tentu memiliki uang lebih untuk itu.

Selain itu, insentif yang diberikan seperti bantuan subsidi upah (BSU) tidak dapat menjangkau pekerja informal yang sebagian besar upahnya di bawah upah minimum.

Sebab data penerima BSU diambil dari data peserta BPJS Ketenagakerjaan, sedangkan banyak pekerja informal seperti pengemudi ojek online dan kurir tidak terdaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, dia menyayangkan pemerintah membatalkan penerapan diskon tarif listrik pada Juni-Juli 2025.

“Diskon listrik itu harusnya tetap ada sebagai komplementer atau pelengkap BSU. Kenapa begitu? Karena penerima diskon tarif listrik banyak pekerja informal dan umkm juga,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai, alih-alih mendorong pertumbuhan ekonomi, paket insentif ini hanya efektif menahan laju penurunan konsumsi masyarakat.

Mengingat paket insentif serupa yang digelontorkan pemerintah pada Kuartal I 2025 tidak cukup efektif mendorong konsumsi masyarakat. Pada Kuartal I 2025, konsumsi rumah tangga tetap melambat di 4,89 persen dan pertumbuhan ekonomi turun ke 4,87 persen dari 5,11 persen pada periode yang sama tahun sebelumya.

- Advertisement -

Menurutnya, ini menunjukkan daya beli belum pulih secara fundamental sehingga stimulus yang diberikan berulang hanya berperan sebagai penyangga jangka pendek. Mengingat tekanan inflasi, ketidakpastian global, dan daya beli yang tergerus belum diatasi dari sisi struktural seperti penciptaan lapangan kerja atau penguatan UMKM.

“Efektivitas stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi patut dipertanyakan. Harapan bahwa paket ketiga bisa mengerek pertumbuhan ke 5 persen terlihat optimistis tanpa dasar kuat,” ujarnya .

Syafruddin juga menilai, pemberian stimulus ekonomi secara berulang dapat menambah tekanan pada fiskal. Mengacu pada realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga April 2025, pendapatan negara baru mencapai 27 persen dari target, sementara defisit anggaran membengkak tajam dari Rp 31,2 triliun pada Februari menjadi Rp 104 triliun per Maret.

Dengan ruang fiskal yang semakin sempit, pengucuran insentif tambahan dikhawatirkan akan menambah beban tanpa memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan. Terlebih, kisruh dalam pelaksanaan stimulus juga menambah kekhawatiran. Diskon tarif listrik yang awalnya diumumkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dibatalkan setelah muncul perbedaan sikap antar kementerian.

Seperti diketahui, setelah diumumkan Kemenko Perekonomian, insentif diskon listrik dibantah oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sementara Kementerian Keuangan menyatakan bahwa anggarannya belum siap.

“Ini menunjukkan bukan hanya ketidaksiapan fiskal, tetapi juga lemahnya komunikasi antar-lembaga negara. Terlalu terburu-buru mengumumkan kebijakan tanpa kejelasan teknis anggaran menciptakan citra ketidakpastian yang merugikan kredibilitas pemerintah dan mengganggu ekspektasi publik,” ucapnya.

Setelah pemberian diskon tarif listrik resmi dibatalkan, pemerintah mengalihkannya ke BSU dari semua sebesar Rp 300.000 untuk Juni-Juli 2025 menjadi sebesar Rp 600.000. Menurutnya, keputusan ini justru dapat mengurangi kefektifan stimulus ke konsumsi masyarakat karena diskon tarif listrik lebih luas menyasar ke masyarakat ketimbang BSU.

“Jika BSU hanya dikonsumsi untuk kebutuhan dasar tanpa mendorong aktivitas ekonomi produktif, maka multiplier effect-nya akan terbatas. Di sisi lain, pembatalan diskon listrik bisa dianggap mengurangi daya beli sebagian rumah tangga berpenghasilan tetap yang tidak masuk kategori penerima BSU,” tuturnya.

Sebagai informasi, pemerintah menggelontorkan 5 paket insentif ekonomi pada Juni-Juli 2025 senilai Rp 24,44 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di level 5 persen pada Kuartal II 2025.

Kelima insentif tersebut meliputi diskon transportasi umum seperti diskon tarif pesawat, diskon tarif tol, bantuan sosial pangan, BSU, dan perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dari BPJS Ketenagakerjaan.

(FHD/Kmp)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini