spot_img
Senin, Mei 6, 2024
spot_img

PBNU dan Muhammadiyah Tolak Politik Identitas, Dorong Politik Rasional

KNews.id- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP Muhammadiyah menolak politik identitas jelang Pemilu 2024. PBNU dan Muhammadiyah mendorong kontestasi yang mengedepankan politik rasional.

Hal itu diutarakan usai pertemuan di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (25/5/2023). Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya berharap visi tentang agenda untuk bangsa serta komitmen untuk menjalankan kompetisi dijalankan secara lebih bermoral.

- Advertisement -

“Emang kita butuh mendengar lebih banyak tentang visi, tentang agenda-agenda untuk bangsa dan negara dan juga tentang komitmen untuk melakukan menjalankan kompetisi secara lebih bermoral lebih bersih. Tidak meriskir polarisasi atau perpecahan di dalam masyarakat dan seterusnya,” ucapnya.

Menurutnya polarisasi dalam kontes politik yang mengarah pada politik identitas dapat membahayakan. Politik identitas dapat mendorong terjadinya perpecahan dalam masyarakat.

- Advertisement -

“Kami memandang bahwa politik identitas ini, politik yang mengedepankan identitas kelompok-kelompok primordial ini berbahaya bagi integritas masyarakat secara keseluruhan karena itu akan mendorong perpecahan di dalam masyarakat,” tuturnya.

Gus Yahya mengatakan dirinya tak ingin jika sampai ada politik berdasarkan identitas Islam apalagi identitas NU. Dia juga tak ingin jika nanti sampai ada kompetitor kampanye yang mengatasnamakan NU.

- Advertisement -

“Maka saya sendiri misalnya saya sering katakan bahwa kita tidak mau ada politik berdasarkan identitas Islam bahkan tidak mau ada politik berdasarkan identitas NU, jadi kami tidak mau nanti ada kompetitor kampanye ‘Pilih orang NU!’ misalnya kita ndak mau itu. Kalau mau bertarung ya harus dengan tawaran-tawaran yang rasional ini yang kami harapkan,” paparnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan hal senada. Dia menyebut dalam kontestasi politik kerap mengarah pada polarisasi.

“Ada dua trend ya yang kita lihat, pertama konsesi-konsesi politik lewat usaha-usaha koalisi itu bagus. Kemudian yang kedua bagus dalam arti itu bagian dari politik, kedua pernyataan-pernyataan yang kompetitif tetapi bisa mengarah pada polarisasi itu juga biasa terjadi. Tetapi ketika dua hal itu terus intens menjadi state of mind kontestasi para elit politik ini bisa apa tidak konstruktif gitu ya,” katanya.

Haedar mendorong visi kebangsaan yang sudah diletakkan para pendiri negara harus dielaborasi. Menurutnya, hal itu perlu dibawa ke ruang publik untuk menjadi diskusi antar para kontestan atau calon kontestan.

“Politik identitas itu kan tadi disebut Gus Yahya primordial ya, primordial itu agama, suku, ras, golongan yang dulu sering kita sebut SARA, dan karena menyandarkan lalu sering terjadi politisasi sentimen-sentimen atas nama agama suku ras golongan yang kemudian akhirnya membawa pada polarisasi bukan hanya secara inklusif bahkan di tubuh setiap komunitas, golongan itu bisa terjadi fiksi seperti yang disampaikan Gus Yahya. Saya pikir kita semua clear untuk mari kita berkontestasi mengedepankan politik yang objektif yang rasional yang ada di dalam koridor demokrasi modern,” ucapnya. (RZ/DTK)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini