spot_img

OJK Sebut Srintex Berpotensi di Depak dari Bursa Saham

KNews.id – Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex, berpotensi didepak dari bursa. Saham perusahaan tekstil dengan kode SRIL itu telah disuspensi sejak Mei 2021 oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), dan kini memenuhi syarat untuk delisting alias penghapusan pencatatan saham dari bursa.

“Sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bursa nomor I-N bahwasannya ini (SRIL) sudah masuk dalam kriteria bisa di-delisting karena telah dilakukan suspensi lebih dari 24 bulan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Mei 2025 di Jakarta.

- Advertisement -

Menurut laporan dari Antara, 2 Juni 2025, suspensi Sritex berawal dari kegagalan membayar pokok dan bunga surat utang Medium Term Notes (MTN) tahap III tahun 2018. Sejak saat itu, perusahaan tak lagi melaporkan laporan keuangan tahunannya. Meski OJK memberikan pengecualian soal laporan berkala, SRIL tetap diwajibkan menyampaikan keterbukaan informasi.

Sritex sendiri telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 dan menghentikan operasional per 1 Maret 2025. Kurator mencatat utang perusahaan menumpuk hingga Rp 29,8 triliun. Belakangan, Kejaksaan Agung juga menangkap mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit bank.

- Advertisement -

Mengenal Delisting dan Jenis-Jenisnya

Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai Mei 2024 memberlakukan peraturan baru yang memperkuat transparansi terhadap emiten dan penerbit obligasi atau sukuk yang berpotensi bermasalah. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan BEI No. I-N tentang delisting dan relisting saham serta surat utang, termasuk sukuk. Selain mengatur soal penghapusan pencatatan (delisting), regulasi ini juga mewajibkan BEI mengumumkan secara berkala perusahaan-perusahaan yang berpotensi delisting karena sahamnya disuspensi selama enam bulan berturut-turut. Peraturan ini sekaligus mencabut ketentuan lama terkait delisting dan relisting.

Aturan baru ini lahir menyusul diberlakukannya Peraturan OJK No. 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Salah satu pokok penting dari regulasi OJK adalah pengaturan mekanisme perubahan status perusahaan terbuka menjadi tertutup atau go private.

Kasus Sritex ini adalah contoh klasik potensi delisting secara terpaksa. BEI dapat mencabut pencatatan saham suatu perusahaan jika emiten melanggar ketentuan seperti tidak lagi memenuhi standar keuangan, tak melaporkan laporan keuangan, mengalami kebangkrutan, atau sahamnya disuspensi lebih dari dua tahun.

Nasib Saham Setelah Delisting

Dinukil dari laman Investopedia, ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk delisting secara sukarela, pemegang saham umumnya akan menerima uang tunai sebagai bentuk pembelian kembali saham atau ditukar dengan saham perusahaan pengakuisisi. Namun, jika delisting dilakukan secara paksa, investor hanya bisa mencari pembeli di pasar atau tetap memegang saham perusahaan yang tak lagi tercatat di bursa.

- Advertisement -

Saham yang telah delisting memang tidak lenyap, tetapi menjadi jauh lebih sulit diperdagangkan. Setelah keluar dari bursa, saham hanya bisa dijual melalui pasar over-the-counter (OTC), yakni pasar yang minim likuiditas dan akses terbatas. Biaya transaksinya lebih tinggi dan selisih harga jual-beli (spread) makin lebar.

Adapun dari delisting paksa ini akan memicu permasalahan lain karena pengawasan terhadap saham longgar. Di luar bursa resmi, perusahaan tidak lagi diwajibkan memberi laporan rutin atau keterbukaan informasi yang memadai. Akibatnya, pemegang saham bisa kesulitan mengikuti perkembangan bisnis perusahaan.

Jika saham Anda terlanjur delisting, keputusan selanjutnya tergantung pada keyakinan terhadap prospek perusahaan dan kesiapan menghadapi pasar yang lebih gelap. Saham tetap bisa dijual, tapi peluang makin sempit. Perdagangan di pasar OTC cenderung sepi, pembeli sedikit, dan harga yang ditawarkan lebih rendah. Bahkan, tak jarang saham hanya bisa diperdagangkan lewat perjanjian khusus.

(FHD/OJK)

Berita Lainnya

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Terkini