spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Membedah Kebijakan Investasi dan Keuangan BP Jamsostek

KNews.id- Dalam dua pekan ini, banyak berita terkait dengan investasi di BPJS Ketenagakerjaan atau dikenal dengan BP Jamsostek, yang tengah diusut Kejaksaan Agung berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan kebijakan investasi.

Angka kerugian investasi ditengarai bisa lebih besar daripada kasus investasi dua BUMN, yakni PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT ASABRI (Persero).

- Advertisement -

BPJS Ketenagakerjaan merupakan institusi dana pensiun terbesar di Indonesia yang mengelola aset tabungan hari tua semua pekerja di Indonesia dengan jumlah dana kelolaan Jaminan Hari Tua (JHT) di akhir tahun 2019 sebesar lebih dari Rp 318 triliun.

Pertanyaannya kemudian, apakah memang terjadi penyalahgunaan wewenang pada proses investasi di BPJS Ketenagakerjaan?

- Advertisement -

Lalu bagaimana mekanisme pengawasannya?

Hal tersebut tentunya menjadi wewenang dari aparat Kejaksaan untuk memeriksanya. Di tulisan ini, akan dipaparkan upaya BPJS Ketenagakerjaan dalam melakukan perbaikan dari sisi kebijakan investasi dan juga keuangan untuk melakukan mitigasi risiko dan juga meminimalkan penyalahgunaan wewenang pada proses investasi.

- Advertisement -

UU No.24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah memperbaharui struktur hukum dan keuangan sistem asuransi sosial dengan memisahkan aset BPJS dari aset Dana Jaminan Sosial (DJS).

Pemisahan aset BPJS dari aset DJS dan penggunaan bank kustodian milik pemerintah/BUMN memberikan kepastian keamanan dana peserta untuk jangka panjang dan ini sejalan dengan praktik terbaik internasional.

Pemerintah perlu memastikan peraturan investasi dan manajemen risiko yang akan diterbitkan untuk mengatur kerangka keuangan dan struktur tata kelola dari sistem yang baru tersebut dengan memperhatikan hal-hal berikut: Perubahan demografis, meningkatnya harapan hidup pada saat pensiun dan populasi menua perlu dipertimbangkan dalam menetapkan usia pensiun yang akan diterapkan dalam Program Jaminan Pensiun.

Dari perspektif kebijakan, usia pensiun tidak boleh dipandang sebagai pilihan yang independen.

Kaitan antara usia pensiun dan jumlah manfaat, atau usia pensiun dan biaya harus dipertimbangkan dengan cermat. Agar program pensiun berkelanjutan secara fiskal harus terdapat rasio yang wajar, antara jumlah tahun seorang pekerja diharapkan untuk membayar iuran untuk program pensiun, dan jumlah tahun pekerja dapat mengharapkan untuk menerima manfaat.

Berdasarkan praktik terbaik internasional, biasanya rasio sekitar 2 banding 1 diperlukan untuk memiliki program pensiun yang berkelanjutan secara fiskal.

Selain itu, UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Pasal 1 menyatakan bahwa lanjut usia adalah 60 tahun ke atas.

Untuk menjaga keberlanjutan fiskal program Jaminan Pensiun SJSN, usia pensiun perlu disesuaikan secara periodik seiring dengan meningkatnya harapan hidup pada usia pensiun.

Biaya program pensiun dalam 15 tahun pertama biasanya akan cukup rendah karena tidak ada peserta program pensiun yang akan memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat pensiun selama jangka waktu tersebut.

Pada tahun selanjutnya, biaya program pensiun akan meningkat pesat, besar manfaat pensiun yang dibayarkan biasanya meningkat, upah yang menentukan manfaat di masa depan meningkat dan tingkat mortalitas akan menurun sehingga pensiunan akan hidup lebih lama setelah pensiun dan lebih banyak pekerja akan hidup sampai usia pensiun.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan secara hati-hati kebijakan rancangan program pensiun karena kebijakan yang dibuat saat ini mungkin hanya memberikan efek minimal terhadap keberlanjutan program dan fiskal dalam jangka pendek tetapi memberikan efek yang besar dalam jangka panjang.


Dari kebijakan ini, terlihat BPJS Ketenagakerjaan sudah melaksanakan beberapa hal terkait dengan pengelolaan investasi dana BPJS Ketenagakerjaan yang masuk dalam Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan.

Peta jalan itu yakni :

1. Pengelolaan dana Jaminan Pensiun dan dana Jaminan Hari Tua memerlukan keahlian khusus. Tren yang berlaku di berbagai negara saat ini adalah dengan memisahkan administrasi dan pengelolaan asset, serta menjamin keberlanjutan keuangan dalam jangka panjang dan manajemen risiko untuk mengelola aset program Jaminan Pensiun dan program Jaminan Hari Tua atas nama peserta.


2. Selain itu, pengelolaan dana jaminan hari tua dan dana jaminan pensiun perlu mempertimbangkan portofolio investasi dengan menggunakan pendekatan usia peserta, dimana saat peserta berusia muda maka jenis investasi cenderung pada instrumen yang progresif dan saat peserta mendekati usia pensiun maka jenis investasi cenderung pada instrumen yang konservatif.

3. Strategi investasi untuk setiap dana jaminan program jaminan sosial berbeda secara signifikan berdasarkan karakteristik kewajiban dari masing-masing program tersebut dan strategi pembiayaan yang dipilih untuk program jaminan sosial tersebut. Portofolio investasi untuk setiap masing-masing program dibedakan berdasarkan tingkat likuiditas sesuai dengan frekuensi fluktuasi klaim program.

4. Kebijakan investasi Program Jaminan Kecelakaan kerja (JKK) SJSN dan Program Jaminan Kematian (JKm) SJSN berdasarkan strategi kebijakan jangka pendek.

5. Kebijakan investasi Program Jaminan Hari Tua (JHT) SJSN dan Program Pensiun (JP) SJSN berdasarkan strategi kebijakan jangka panjang.

6. Pembentukan cadangan teknis sesuai dengan karakteristik kewajiban program.

7. Cadangan demografis disiapkan untuk program Jaminan Pensiun untuk mengantisipasi populasi menua (ageing population).

Di samping itu BPJS Ketenagakerjaan juga sudah membuat Kriteria Kebijakan Investasi yang bisa membantu pelaksanaan investasi secaraprudentdan sesuai dengan kebijakan best practices manajemen risiko, yaitu :

– Investasi seharusnya tidak terlalu konservatif karena tingkat pengembalian akan terlalu rendah.

– Investasi tidak boleh terlalu agresif atau spekulatif karena dapat menimbulkan risiko kerugian yang cukup besar.

– Investasi harus dalam surat berharga yang dapat dibeli atau dijual cepat pada saat kondisi pasar berubah.

– Investasi harus terdiversifikasi untuk menghindari risiko kerugian yang cukup besar. Diversifikasi dapat dilakukan berdasarkan kelas-kelas aset, wilayah geografis, industri, dan lain-lain.

– Investasi harus menghasilkan tingkat pengembalian maksimum yang dimungkinkan dalam batas kewajaran mengingat tujuan, profil risiko dan kebutuhan likuiditas dana.

– Biaya manajemen investasi dan administrasi harus dapat dikendalikan. Penurunan tingkat pengembalian dalam skala kecil, apabila diakumulasikan selama beberapa tahun, secara signifikan dapat mengurangi saldo rekening akhir dan besar manfaat.

– Prosedur tata kelola yang baik harus diterapkan untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan untuk program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan secara keseluruhan, dan khususnya untuk program Jaminan Pensiun, serta untuk proses manajemen investasi.

Selain kebijakan keuangan dan investasi yang prudent itu, BPJS Ketenagakerjaan pun diawasi dengan ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penempatan investasinya. Dalam Peraturan OJK (POJK) 1/2016 seluruh lini Industri Keuangan Non Bank (IKNB) wajib menggenggam surat utang negara ini berkisar 20%-50%.

Dalam beleid itu, BPJS Ketenagakerjaan dikenai kewajiban paling besar yakni minimal 50% dari investasi Dana Jaminan Sosial. Sementara itu kewajiban terendah dikenakan pada asuransi umum sebesar minimal 20%. Hanya dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang dikecualikan dari aturan ini.


Dalam UU BPJS Pasal 37 ayat (2), Pemerintah menjamin terselenggaranya pengembangan DJS JHT sesuai dengan prinsip kehati-hatian, minimal setara dengan suku bunga deposito bank Pemerintah jangka waktu satu tahun sehingga peserta memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

Pasal ini perlu mendapatkan perhatian terutama pada saat implementasi karena berpotensi menimbulkan masalah fiskal, terutama jika terjadi krisis ekonomi/keuangan. Keuangan dan Pelaporan BPJS Ketenagakerjaan perlu melakukan proses penyelarasan pelaporan keuangan sesuai dengan UU No.40 Tahun 2004, antara lain dengan:

a) Mengidentifikasi aset dan kewajiban untuk masing-masing program, dengan memisahkan antara aset peserta dan aset penyelenggara. DJS adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya. Aset penyelenggara tercermin dalam bentuk penyertaan Pemerintah selaku pemegang saham;

b) Menentukan biaya pengelolaan program;

c) Melakukan sistem pelaporan untuk aset dan kewajiban serta pendapatan dan beban untuk masing-masing program yang diselenggarakan; dan

d) Mempersiapkan pelaporan untuk penambahan Program Jaminan Pensiun.

– Setiap program mempunyai laporan keuangan tersendiri.

– Tidak ada konsolidasi laporan keuangan suatu program baik dengan laporan keuangan BPJS maupun dengan laporan keuangan program lainnya.

– Laporan keuangan program jaminan sosial harus dapat dipertanggungjawabkan oleh manajemen dan pengurus. – Laporan disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang kuat sehingga fungsi check and balance dapat berjalan sebagaimana seharusnya.


Untuk mengawasi investasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan, sesuai undang-undang dilakukan oleh pengawas internal yang dibentuk oleh organ BPJS yang diberi wewenang untuk menetapkan struktur organisasi.

Atau dengan kata lain pengawasan internal dilakukan oleh organ atau satuan tugas pengawasan dalam organ BPJS sendiri. Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh pengawas BPJS yang terdiri atas (Pasal 39 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011):

– Dewan Pengawas

– Satuan Pengawas Internal.

Sementara itu, untuk pengawas eskternal dilakukan oleh Lembaga pengawas independen. Nah, yang dimaksud dengan “lembaga pengawas independen” adalah OJK.

Dalam hal tertentu sesuai dengan kewenangannya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat melakukan pemeriksaan (Penjelasan Pasal 39 ayat (3) huruf b UU No. 24 Tahun 2011). OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Ruang lingkup tugasnya mencakup kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, di sektor pasar modal, di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan lainnya antara lain meliputi penyelenggaraan jaminan sosial (Pasal 5 UU Nomor 21 Tahun 2011).

BPK dapat melakukan pemeriksaan sepanjang menyangkut pengelolaan keuangan Negara yang dilakukan oleh BPJS. Jika melihat proses dan rencana perubahan yang ada di BPJS Ketenagakerjaan dan juga proses pengawasan yang ketat dari internal dan juga eksternal yang juga melibatkan BPK dan OJK, penulis melihat bahwa mitigasi risiko yang bisa menyebabkan kerugian investasi sudah bisa dilakukan dengan benar dan harapannya bisa meminimalkan risiko terutama dari penyalahgunaan wewenang. (Ade)

Sumber: CNBCIndonesia

https://www.cnbcindonesia.com/opini/20210128104752-14-219332/simak-membedah-kebijakan-investasi-keuangan-bp-jamsostek

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini