spot_img
Rabu, April 24, 2024
spot_img

Membantu Ukraina Menyuplai Sistim Roket Canggih, AS dapat terlibat Langsung?

KNews.id- Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan akan memberi bantuan senjata sistem roket yang lebih canggih kepada Ukraina. Hak itu diucapkan Biden dalam sebuah artikel yang diterbitkan di New York Times pada hari Selasa.

Sementara itu, pejabat Gedung Putih Washington setuju untuk mengirim beberapa peluncur roket setelah Kiev memberikan jaminan bahwa senjata jarak jauh itu tidak akan digunakan untuk menyerang ke wilayah Rusia.

- Advertisement -

Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi M142 (HIMARS) dapat mencapai target sejauh 50 mil. Pengiriman yang direncanakan dilaporkan merupakan bagian dari paket bantuan militer senilai $700 juta untuk Ukraina yang akan diumumkan pada hari Rabu.

Kesepakatan itu dikatakan juga mencakup lebih banyak sistem rudal anti-tank Javelin, berbagai radar, dan amunisi. Biden menandatangani RUU bulan lalu yang memberi Kiev bantuan senilai USD 40 miliar.

- Advertisement -

Dalam artikelnya, Biden menulis bahwa dia telah memutuskan untuk memberi Ukraina sistem roket dan amunisi yang lebih canggih yang akan memungkinkan mereka untuk lebih tepat menyerang target utama di medan perang di Ukraina.

Biden menambahkan, “Washington tidak menginginkan perang antara Rusia dan NATO, atau pun perubahan rezim di Rusia.” Tegas Biden.

- Advertisement -

“Meskipun saya tidak setuju dengan Tuan Putin, dan menganggap tindakannya sebagai tindakan yang memalukan, Amerika Serikat tidak akan mencoba untuk menggulingkannya di Moskow,” tulis Biden.

“Kami tidak mendorong atau memungkinkan Ukraina untuk menyerang ke luar perbatasannya. Kami tidak ingin memperpanjang perang hanya untuk menimbulkan rasa sakit di Rusia.” Imbuh Biden.

Pemimpin AS menekankan, bagaimanapun, bahwa negaranya akan terus menekan Rusia dengan sanksi, “yang paling keras yang pernah dikenakan pada ekonomi utama.” Tegasnya

Dalam pada itu, Kremlin menegaskan tidak mempercayai Presiden Ukraina Volodimir Zelensky.

“Presiden Zelensky tidak dapat dipercaya untuk tidak menggunakan senjata untuk menyerang sasaran di Rusia,” kata Moskow.

“Ukraina tidak dapat dipercaya untuk mematuhi keinginan Washington untuk tidak menggunakan peluncur roket yang dipasok AS terhadap sasaran di wilayah Rusia,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, Rabu.

Kiev memiliki catatan buruk dalam menepati janjinya, kata pejabat itu. Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berjanji untuk menghormati jaminan AS ketika dia berbicara dengan Newsmax.

“Kami tidak tertarik dengan apa yang terjadi di Rusia,” janjinya dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada hari Rabu.

“Kami hanya tertarik pada wilayah kami sendiri di Ukraina.” Tegas Zalensky.

Ketika ditanya tentang janji itu, Peskov mengatakan Rusia tidak mempercayai Zelensky untuk menepati janjinya.

“Sayangnya, hal seperti itu tidak sesuai dengan pengalaman kami,” katanya.

Zelensky telah melanggar janjinya sepanjang karir politiknya yang relatif singkat, “dimulai dengan janji kampanye pemilihan utamanya untuk mengakhiri perang di tenggara Ukraina”, kata Peskov.

Zelensky, mantan komedian, secara mengejutkan beralih ke politik pada Januari 2019, mengumumkan keputusannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

“Dia dengan cepat mendapatkan momentum dalam perlombaan, sebagian karena dia telah memainkan karakter dalam acara komedi politik, yang mengambil alih kekuasaan di Ukraina yang secara kebetulan menggunakannya untuk memberantas korupsi yang mengakar di pemerintahan sebelumnya sambil menantang institusi global seperti Dana Moneter Internasional.” Jelas Peskov.

Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pada bulan April, “Moskow memperlakukan senjata Barat sebagai “target yang sah” setelah dikirim ke Ukraina. Kementerian pertahanan Rusia telah berulang kali melaporkan penghancuran depot tempat penyimpanan senjata yang dipasok Barat.”

Seperti diketahui, Rusia menyerang Ukraina pada akhir Februari, menyusul kegagalan Kiev untuk menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan Moskow atas kemerdekaan republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.

Protokol kesepajatan yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.

Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO. Atas dasar itu, Rusia menginvasi Ukraina. Nanun Kiev bersikeras bahwa serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan telah membantah klaim yang direncanakannya merebut kembali kedua republik dengan paksa. (AHM/intpnws)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini