KNews.id – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan eks Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) Ma’ruf Cahyono sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi pengadaan di lingkungan MPR.
“Pada perkara ini KPK telah menetapkan tersangka dengan inisial MC selaku eks Sekjen MPR RI ,” kata juru bicara KPK dalam keterangan resmi pada Kamis, 3 Juli 2025.
Mak’ruf menjabat Sejen MPR pada 2016. Budi mengatakan, berdasarkan perhitungan sementara, nilai dugaan gratifikasi mencapai Rp 17 miliar. Dugaan korupsi ini diduga terjadi dalam rentang waktu 2019 hingga 2021.
KPK juga telah memeriksa seorang saksi pada Rabu, 2 Juli 2025, yakni Jonathan Hartono, seorang karyawan swasta. Menurut Budi, pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mendalami informasi terkait investasi yang dilakukan oleh tersangka.
KPK memulai mengusut kasus ini dengan memeriksa Cucu Riwayati, yang menjabat sebagai pejabat pengadaan barang dan jasa untuk pengiriman serta penggandaan di Sekretariat Jenderal MPR RI pada 2020 hingga 2021, serta Fahmi Idris, anggota Kelompok Kerja Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (Pokja-UKPBJ) di Sekretariat Jenderal MPR RI pada tahun 2020.
Budi mengatakan bahwa kedua saksi dimintai keterangan terkait proses pengadaan barang dan jasa pada saat dugaan tindak pidana penerimaan gratifikasi itu terjadi. Setelah itu KPK juga memeriksa beberapa saksi lainnya untuk memperdalam informasi ihwal korupsi ini.
Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan menghormati langkah KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi ini. “Bahwa ada dugaan penyalahgunaan dalam penyelenggaraan keuangan di MPR, karena itu MPR menghormati atas apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam upaya menyelamatkan dan memberantas dugaan tersebut,” kata Ketua MPR Ahmad Muzani di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 25 Juni 2025.
Kendati begitu, politikus Partai Gerindra tersebut enggan berkomentar lebih jauh. Dia menyinggung penjelasan Sekretaris Jenderal MPR Siti Fauziah bahwa pimpinan MPR periode 2019–2024 maupun 2024–2029 tidak terlibat dalam kasus dugaan gratifikasi itu. “Tentu saja apa yang sudah dijelaskan oleh Sekjen, kita tunggu penyelesaiannya dan tindakan-tindakan berikutnya,” tutur Muzani.