Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
KNews.id – Jakarta, Dikabarkan sejak kepulangan dari Vatikan untuk acara bela sungkawa terhadap Paus yang meninggal dunia, hingga saat ini kesehatan Jokowi termasuk dari foto foto yang bertebaran di berbagai media sosial tampak terus mengalami penurunan drastis dan tentunya faktor kesehatan secara psikologis berdampak negatif terhadap mentalitas seseorang, sesuai pepatah medis, ‘mensana in corpore sano’.
Mungkin selain post power syndrome selepas suksesi 2024 faktor tekanan psikologisnya bertambah, selain dirinya terus menghadapi moral pressure akibat dikejar dengan multi problematika diantaranya tuduhan publik dirinya telah menggunakan ijasah palsu, bahkan tuduhan diimplementasikan secara nyata oleh publik (TPUA) melalui laporan di Dumas Mabes Polri, termasuk gugatan di PN. Surakarta dan jauh sebelumnya (2023) Jokowi pun digugat melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Lalu kini hukum pun sudah menyentuh anak kandungnya Gibran yang Ia support (cawe cawe) promosi menjadi RI-1 selain digugat keabsahan ijazah setara SLA nya, banyak suara para aktivis dan tokoh yang minta agar Gibran sosok dengan sebutan “anak haram konstitusi” dilengserkan dari kursi RI 2.
Apakah Jokowi termasuk keluarganya bakal mengalami nasib yang tragis sebelum menjelang ajalnya, oleh sebab perilaku dirinya selama menjabat selaku Presiden RI dirinya diklaim oleh sebagian kelompok publik telah melakukan atau pembiaran terhadap perilaku kriminalisasi terhadap beberapa ulama dan sebagian para aktivis.
Realitas lainnya, Jokowi dikenal dan sepengatahuan umum (notoire feiten) sebagai pemimpin banyak mendustai ratusan juta rakyat bangsa ini, serta ditengarai antiklimaks dari amanah yang seharusnya, Jokowi justru “menghalangi” (obstruksi) proses penegakan hukum terhadap para pejabat publik yang terduga mencuri uang rakyat (koruptor).
Dan contoh terakhir adalah, ketika dirinya dituduh dan dilaporkan sebagai diduga pengguna ijasah palsu, sebagai sosok negarawan yang seharusnya role model, nyatanya bukan memberikan ruang pembuktian atas kebenaran atau ketidakbenaran tuduhan (kepastian hukum dan keadilan untuk dirinya dan para terlapornya), malah melaporkan balik, Ia ingin memenjarakan 13 orang aktivis, belum lagi kasus ratusan orang yang meninggal dunia namun dibiarkan olehnya “tanpa” proses hukum yang berkepastian menurut hukum.
Jokowi layaknya pemimpin yang lupa diri terhadap jabatan yang dia emban disertai sumpah janji berlaku amanah untuk mencipatakan kesejahteraan sosial yang adil dan merata.
Bisa jadi diakhir hayatnya jika benar Jokowi bertanggung jawab dengan berbagai tuduhan publik, akan kah Jokowi diterpa nasib tragis termasuk anak dan menantunya. Terlebih yang dirinya sengsarakan adalah ulama, tokoh yang seharusnya dihormati dan dimuliakan, dan para aktivis yang berjuang atas nama kebenaran dan keadilan malah dibalas fitnah dan penjara olehnya.
Dan terakhir ada peristiwa yang cukup heboh, jika benar apa katanya sendiri, bahwa “Ulama Alim asal Solo Ustad Abu Bakar Baasyir, (catatan sejarah ulama yang pernah dipenjara saat dirinya menjadi Walikota Surakarta 2010) dengan tuduhan teroris, saat mengunjunginya telah menasehati, “agar(Jokowi) selaku muslim harus berbuat kebaikan.”
Maka terhadap Jokowi apakah petuah orang alim yang menasehatinya akan berhasil menjadikan Jokowi berlaku baik dan jujur, mengakui dan meminta maaf terhadap segala perbuatan dirinya termasuk mengakui asal usul keturunan (biologis) sebenarnya berikut pengakuan terhadap ijazah yang dia akui “asli sebenarnya adalah palsu?”
Wallahu alam. Sungguh kelak Allah Tuhan Yang Maha Tahu dan Maha Adil atas segala sesuatu.
(FHD/NRS)



