spot_img
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img

Kenaikan Harga Pertalite Diyakini Bakal Dongkrak Inflasi Tembus 6,2 Persen

KNews.id-Pemerintah santer diberitakan bakal segera menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, yaitu untuk jenis pertalite dan solar.

Kabar tersebut didasarkan pada isyarat yang telah disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Presiden Joko Widodo sendiri.

- Advertisement -

Terbaru, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan juga menyebut bahwa Presiden Jokowi dimungkinkan bakal segera mengumumkan kenaikan harga tersebut pada pekan depan.

Merespon hal tersebut, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengakui bahwa pemerintah memang semakin terbebani oleh subsidi energi dari APBN yang semakin membengkak, hingga mencapai Rp502,4 triliun.

- Advertisement -

Bahkan, angka tersebut masih bisa semakin membengkak hingga mencapai lebih dari Rp600 triliun bila memang kuota Pertalite yang telah ditetapkan sebanyak 23 ribu KL akhirnya terlampaui.

“Namun, opsi menaikkan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat untuk saat ini. Alasannya, kenaikan harga pertalite dan solar yang proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut inflasi,” ujar Fahmy, Minggu (21/8/2022).

- Advertisement -

Bila nantinya harga jual Pertalite jadi dinaikkan hingga menembus level Rp10.000 per liter, menurut Fahmy, maka kontribusinya terhadap inflasi diperkirakan bakal mencapai 0,97 persen. Dengan demikian, inflasi tahun berjalan diperkirakan bakal bisa mencapai 6,2 persen secara tahunan (year on year/YoY).

“Dengan inflasi sebesar itu, maka akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen,” tutur Fahmy.

Demi menjaga momentum pencapaian ekonomi agar tidak terganggu, Fahmy menyarankan agar sebaiknya pemerintah jangan dulu menaikkan harga pertalite dan solar pada tahun ini.

Fahmy pun menyarankan, pemerintah sebaiknya lebih fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60 persen penyalurannya diklaim Fahmy tidak tepat sasaran. Dalam kasus ini, MyPertamina dipandang tidak akan efektif membatasi konsumsi bahan bakar agar tepat sasaran, bahkan menimbulkan ketidakadilan bagi yang berhak menggunakan BBM subsidi.

“Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar. Di luar sepeda motor dan kendararan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU,” ungkap Fahmy.

Karenanya, Fahmy menambahkan, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 sebagai dasar hukum.

“Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru,” tegas Fahmy. (Ach/Idx)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini