spot_img
Jumat, Mei 17, 2024
spot_img

Kehilangan Ridwan Saidi, Pendobrak Buzzer-buzzer Baperan

Dalam acar ILC, Ridwan Saidi selalu dipasangkan dengan Rocky Gerung dan Fahri Hamzahuntuk menghidupkan percakapan. “Demokrasi itu adalah menghidupkan percakapan. Mau gontok-gontokan di situ boleh saja, tapi kasih argumen supaya nggak jadi dendam,” ujar Rocky. Yang bahaya dalam debat politik, menurut Rocky, orang tidak punya argumen lalu jadi sentimen, kemudian jadi dendam. Jadi, biasakan saja pakai modus bahwa kita ada dalam kehidupan publik dan kehidupan publik itu tidak boleh ada dendam. Karena kelebihan publik itu tidak final. Setiap saat kita bisa mengubah cara kita berpikir, cara kita mengajukan pendapat, dan cara kita membela pendapat kita sendiri.

“Jadi banyak orang yang baper sebetulnya. Babe Ridwan juga mengkritik Jokowi. Dia bilang Jokowi bermasalah di dalam melihat sejarah bangsa, lalu orang tersinggung, dianggap menghina presiden. Yang dia kritik adalah presiden Jokowi, kalau Jokowi bukan presiden siapa yang peduli dengan Jokowi,” ujar Rocky. Kritik seperti itu juga yang dilakukan Rocky dan membuat orang marah. Padahla yang dia lakukan bukan menghina presiden, tapi memberitahu faktanya. Justru karena dia presiden maka mesti diingatkan agar mempelajari sejarah bangsa. Pemimpin mesti paham sejarah bangsa supaya bisa membuat proyeksi masa depan, tambah Rocky.

- Advertisement -

Salah satu hal yang mengagumkan dan patut diteladani dari Babe Ridwan Saidi adalah bahwa sampai berapa hari sebelum sakit, beliau masih setiap hari menulis Rubrik Catatan Babe untuk FNN secara konsisten. Menurut Rocky, hal itu menunjukkan kondisi berpikirnya terpelihara. Tidak seperti sekarang, gagal berpikir marah; salah berargumen, kirim sentimen; kacau dalam logika, lapor polisi. Selama 7 tahun era pemerintahan Pak Jokowi, kita tidak melihat ada suasana berpikir. Jadi, intelektualitas dan kemampuan untuk berdebat yang konseptual tidak ada. Karena tidak mampu berpikir lalu marah-marah.

Pada zama orde baru, Ridwan Saidi bersama tokoh politik seangkatannya di HMI berupaya untuk menyelenggarakan politik intelektual, tetapi itu suasana itu justru terjadi di era ketika Indonesia dipimpin oleh rezim yang militeristik. Ajaibnya, sekarang, justru ketika terbuka demokrasi orang tidak mau berdebat secara intelektual. Tokoh-tokoh yang di awal reformasi kita anggap bisa sekarang justru fanatik dan menjadi Jokowisme. Padahal, menurut Rocky, Pak Jokowi sebetulnya tidak punya isme karena dia tidak paham masa depan, dia gagal membaca sejarah masa lalu, dan Pak Jokowi bukan orang yang sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh pemimpin bangsa.

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini