Oleh : Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum Dan Politik Mujahid 212
KNews.id – Seminggu lalu, saya di undang oleh Panitia Acara Kongres Majelis Mujahidin VI dengan agenda idealnya Peran Serta Ummat Muslim Didalam Kehidupan Ummat Dalam Berbangsa, yang akan di selenggarakan di Boyolali, Solo, Jawa Tengah pada acara ini, informasinya, ada juga dua orang bakal partisipan yang hadir, rekan senior Akrivis & Advokat Eggi Sudjana dan aktivis Muslim Arbi yang juga turut diundang.
Dalam surat undangannya telah ditentukan Sabtu, tanggal 19 – 20 Agustus 2023, lokasi acara di Asrama Haji Donohudan Boyolali.
Tanggal acara nya 19-20 Agustus.
Namun dari informasi Media Persuasi, tepatnya hari ini, tanggal 18 Agustus, ada pemberitahuan dari sekretaris Panitia yang di tanda tangani oleh Ketua Drh Joko dan sekretaris H Azwar Lc bahwa acara di pindahkan ke Markas Pusat Majelis Mujahidin di Karanglo, Kota Gede Jogyakarta.
Pembatalan a quo tempat penyelenggaraan acara, secara sepihak oleh Kementrian Agama Surakarta atas penggunaan tempat di Asrama Haji Donohudan menjadi alasan pihak kepolisian untuk menarik dan membatalkan izin acara MM tersebut dengan demikian acara di pindah kan ke Markaz Pusat di Jogyakarta.
Sebagai seorang advokat yang diundang, tentu merasa ada hak kebebasan milik panitia peserta yang diinjak – diinjak oleh institusi Kemenag Solo, dan aroma intervensi dari pihak kepolisian serta pihak propokator lainnya.
Sepertinya Gibran, walikota Solo, perlu menegur keras pejabat publik Kemenag dan pimpinan Polres Surakrata, yang tidak indahkan pola ” sopan santun ” yang diharapkan Jokowi, pada sidang tahunan dihadapan legislatif beberapa hari yang lalu di Senayan ?
Tentunya dari kacamata hukum dan bernegara, fenomena diskursus birokrasi dari Kemenag Surakarta, Solo amat jelek, perlu mendapat teguran keras dari Gibran, yang semestinya secara hirarkis kepemerintahan daerah turut bertanggung jawab dan Jokowi yang berasal dari Solo pun perlu memberi perhatian khusus atas peristiwa obstruksi penyelenggaraan acara yang terjadi.
Idealnya, Kemenag Surakarta, sebagai yang berfungsi melayani kepentingan publik, cukup merestui dan memfasilitasi serta turut berbangga adanya acara sebagai bentuk kepedulian Ummat Muslim terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan disayangkan pihak kepolisian tidak berlaku bijak, tidak proporsional, seharusnya berinisiatif sesuai peran fungsinya sebagai” pelayan ” masyarakat, untuk lebih dulu mengambil langkah koordinasi mempertemukan antara aparatur Kemenag Solo, dengan panitia, karena panitia penyelenggara sudah konfirm sebelumnya ke kepolisian Polda Jateng dan Polres Surakarta, sebagai pihak pengaman acara, bukan langsung menyetujui pihak yang satu lalu korbankan pihak lainnya.
Sepertinya kami perlu menghimbau para aktivis di Solo, setelah acara selesai, agar segera melakukan litigasi melalui PTUN Semarang, atas kebijakan Kemenag Kota Surakarta yang malpraktik, karena tidak indahkan asas good governance didalam praktik penyelenggaraan birokrasi, hal ini penting sebagai proses pembelajaran, sehingga attitude jelek rupa ini, tidak terulang lagi, tidak adil jika birokrat atau pejabat publik mengeluarkan kebijakan melalui putusan sepihak secara dadakan, serta tanpa alas hukum yang sah. (Zs/DHL)