spot_img
Sabtu, April 20, 2024
spot_img

Ini Sederet Negara Eropa yang Merana Karena Rusia

KNews.id-Eropa tengah berada dalam krisis energi, yang berarti negara-negara Benua Biru akan berjuang untuk menjaga rumah tetap hangat dan industri tidak berhenti beroperasi pada musim dingin yang akan datang beberapa bulan lagi.

Krisis ini terjadi karena Rusia telah memangkas aliran gas alam Eropa yang semula melimpah dan digunakan untuk menggerakkan denyut ekonomi Eropa mulai dari pabrik, pembangkit listrik listrik, dan menjaga rumah tetap hangat selama musim dingin.

- Advertisement -

Saat ini kondisinya lebih kronis lagi dengan pengiriman melalui pipa utama ke Jerman, Nord Stream 1, masih belum kembali pada kapasitas semula yang disebut Moskow karena alasan teknis.

Para pemimpin Eropa telah bersiap akan kemungkinan pemangkasan total pengiriman gas dan menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan energi untuk pengaruh politik dalam konfrontasinya dengan Barat atas perang di Ukraina. Uni Eropa juga telah setuju untuk melakukan penjatahan gas.

- Advertisement -

Berikut sederet negara atau kawasan Eropa secara keseluruhan yang merasakan dampak negatif atas tindakan keras Putin.

Jerman dan Uni Eropa Krisis Energi

- Advertisement -

Rusia sejatinya telah mengurangi pengiriman gas ke Eropa, bahkan sebelum invasi ke Ukraina dilakukan. Namun setelah Uni Eropa memberlakukan sanksi terhadap bank dan perusahaan Rusia dan mulai mengirim senjata ke Ukraina, Moskow menghentikan pasokan gas ke enam negara dan mengurangi pasokan terhadap enam negara lagi.

Aliran ke Jerman, ekonomi terbesar UE, melalui Nord Stream 1 diproyeksikan akan berurang hingga 80%, dengan Rusia menyalahkan suku cadang yang perlu diperbaiki sebagai kambing hitam.

Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara dipaksa saling sikut untuk mengisi penyimpanan gas menjelang musim dingin. Misi UE saat ini adalah menggunakan lebih sedikit gas sekarang demi memenuhi pasokan penyimpanan untuk musim dingin. Cadangan gas Eropa masih 65% penuh, dibandingkan dengan target 80% pada 1 November.

Rusia memasok sekitar 40% gas alam Eropa sebelum perang. Porsi tersebut telah turun menjadi sekitar 15% saja sat ini, menyebabkan harga meroket dan membebani industri padat energi.

Eropa Inflasi Tinggi dan Terancam Resesi

Gas digunakan di berbagai rantai nilai kehidupan modern yang kadang tidak terlihat secara langsung, mulai dari kebutuhan untuk menempa baja, membuat mobil, membuat botol kaca hingga mempasteurisasi susu dan keju.

Perusahaan- perusahaan yang terdampak tersebut memperingatkan bahwa sangat sulit untuk beralih ke sumber energi lain seperti bahan bakar minyak atau listrik dalam waktu singkat. Dalam beberapa kasus, sejumlah peralatan bahkan mengalami kerusakan jika tidak panas akibat kekurangan energi.

Harga energi yang melambung akhirnya mengancam akan menyebabkan resesi di Eropa melalui rekor inflasi, dengan konsumen memiliki lebih sedikit uang sisa untuk dibelanjakan karena kenaikan biaya makanan, bahan bakar dan utilitas.

Belgia Terpaksa Tunda Pensiunkan Pembangkit Nuklir

Belgia telah menunda penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir karena kekhawatiran perang Ukraina dapat menyebabkan tekanan di sektor energi.

Belgia yang saat ini memiliki tujuh reaktor, telah berniat untuk menghentikan ketergantungannya pada tenaga nuklir pada tahun 2025. Namun kenaikan harga gas dan risiko terputusnya pasokan Rusia ke Eropa telah menyebabkan pengambil kebijakan berubah pikiran.

Belgia mengatakan sekarang akan menunda penghentian pembangkit listrik tenaga nuklir selama 10 tahun, hingga 2035.

Perubahan Kebijakan Denmark

Walaupun merupakan anggota pendiri NATO, Denmark telah lama memilih untuk tidak terlibat dalam kebijakan pertahanan UE.

Namun, hal tersebut sekarang berubah total, setelah referendum pada bulan Juni di mana 66,9% warga Denmark mendukung keterlibatan lebih Denmark dengan EU untuk kepentingan pertahanan.

“Malam ini Denmark telah mengirimkan sinyal yang sangat penting,” kata Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen tak lama setelah hasilnya diumumkan.

“Denmark sekarang dapat mengambil bagian dalam kerja sama Eropa di bidang pertahanan dan keamanan. Dan untuk itu, saya sangat, sangat senang.”

Swedia dan Finlandia Ketar-ketir Ingin Gabung NATO

Pada awal 2022, hanya sedikit orang yang berani bertaruh bahwa dalam waktu dekat Finlandia dan Swedia akan mengajukan keanggotaan NATO dan mendekati akhir proses aksesi mereka.

Di Swedia, Partai Sosial Demokrat yang berkuasa memiliki tradisi netralitas yang kuat yang tertanam dalam DNA mereka, dan tidak ada minat khusus di antara masyarakat pemilih untuk keanggotaan; sementara di Finlandia hanya satu partai politik besar yang sangat pro-NATO dan minat publik untuk bergabung sempat merosot di bawah 30% selama beberapa dekade.

Semua itu berubah dengan invasi Rusia ke Ukraina dengan kedua negara Nordik tersebut kini melakukan operasi militer reguler dengan pasukan NATO di wilayah mereka baik di darat maupun udara. Wilayah tersebut sebentar lagi akan dijaga oleh Pasal V NATO tentang pertahanan kolektif terhadap agresi Rusia apa pun di masa depan.

Meskipun Rusia mengatakan akan ada “konsekuensi” atas keanggotaan NATO, peringatan tersebut masih sebatas gertakan semata.

Moldova Cari Perlindungan Uni Eropa

Hanya seminggu setelah Rusia menginvasi Ukraina, Moldova secara resmi mendaftar untuk bergabung dengan UE. Brussel kemudian menjadikan Moldova calon anggota UE, tonggak pertama dalam perjalanan panjang untuk bergabung dengan blok yang beranggotakan 27 negara itu.

Tapi bukan hanya arah strategis negara yang berubah dengan invasi Rusia ke Ukraina, melainkan juga ekonomi yang terpuruk.

Inflasi di Moldova naik dari 18,52% pada Februari menjadi 33,55% bulan ini, menggerus pendapatan masyarakat di negara yang sudah menjadi ekonomi termiskin di Eropa.

Hal tersebut disebabkan oleh harga gas yang lebih tinggi. Moldova sangat bergantung pada pasokan dari Rusia dan harga telah melonjak 47% pada Agustus, memicu mantan presiden Igor Dodon untuk menyerukan pemilihan cepat.

Polandia Kebanjiran Pengungsi

Polandia, yang berbatasan langsung dengan Ukraina, berada di garis depan eksodus pengungsi saat perang awal meletus. Pada Agustus, 1,5 hingga 2 juta orang Ukraina diperkirakan telah melarikan diri ke Polandia, menurut badan pengungsi PBB.

Meski sebagian besar pengungsi awalnya berada di wilayah dekat perbatasan, saat ini secara masif populasi pengungsi Ukraina mulai menyebar dan telah menetap di kota-kota besar dan kota kecil lainnya di seluruh Polandia.

Ada mobilisasi besar yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk membantu para pengungsi, dengan inisiatif publik dan swasta menyediakan makanan, bantuan medis, dan perumahan bagi para pendatang baru.

Namun, sebagian kecil orang Polandia mengeluh bahwa pemerintah lebih memilih Ukraina daripada rakyatnya sendiri.

Sebuah survei oleh Market and Social Research Institute menunjukkan bahwa 90% orang Polandia yang ditanyai mendukung pengungsi Ukraina. Dampak jangka panjang dari masuknya pengungsi ini ke Polandia masih belum diketahui. (Ach/Cnbcind)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini