“Pakar psikologi agama mengatakan, justru karena tidak logis itulah maka berhala-berhala itu disembah. Para penyembah berhala itu disebut sebagai orang-orang yang “mabuk keajaiban” tambah dia.
Ia mengatakan, hal itu masuk akal karena mereka adalah orang-orang yang menyukai keajaiban secara berlebihan.
“Sebagai contoh, untuk menjelaskan keajaiban yang dimaksud: para penyembah berhala itu tahu, kalau ingin kaya, mereka harus bekerja dengan rajin. Jadilah pedagang atau jadilah pegawai. Namun itu rasional, bukan keajaiban,” katanya.
Dari analisisnya, dinamika psikologis inilah yang bekerja dalam otak kelompok pendukung (petahana) atau Presiden Jokowi tersebut.