spot_img
Kamis, April 25, 2024
spot_img

Fenomena Partai Politik Agama dan Dinamika Budaya Demokrasi di Dunia

KNews.id- Partai politik atau parpol berbasis agama merupakan fenomena yang banyak dijumpai di berbagai negara di dunia. Partai agama tidak hanya bercokol di negara-negara yang memformalkan agama dan budaya tertentu sebagai identitas negara, seperti Israel, Pakistan, dan Afghanistan, tetapi juga di negara-negara sekuler seperti Jerman dan Belanda, atau negara multikultural seperti Indonesia.

Penelitian oleh Nancy L Rosenblum dari Universitas Harvard tentang partai berbasis agama dan etnis di Eropa dan Turki menunjukkan bahwa :

- Advertisement -

“Munculnya partai berbasis agama dan etnis ke dalam arena politik berkontribusi pada konsolidasi rezim demokrasi”.

Perlunya kompetisi dalam pemilu telah mengubah karakter kelompok agama dan etnis dari menentang pemerintah dan sektarian, menjadi pendukung demokrasi dan mengakui pluralisme.

- Advertisement -

Kita ambil contoh di Jerman, misalnya, Christian Democratic Union (CDU), yang mengusung warna budaya dan politik Kristen konservatif, perlahan beradaptasi dengan keragaman yang ada di Jerman saat ini.

Kemudian di Turki, Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP) atau Partai Keadilan dan Pembangunan mulai mengurangi kebijakan berbasis agama. Partai-partai berbasis agama yang dominan, pada kenyataannya, telah memperluas konstituen mereka di luar pendukung agama mereka dan membawa kelompok-kelompok baru yang secara politis terpinggirkan ke dalam politik demokrasi.

- Advertisement -

Keharusan persaingan, dan bukan liberalisasi dan akomodasi teologis/ideologis, adalah kekuatan untuk integrasi politik.

Demokrat Muslim di Turki menjadikan ruang publikan demokrasi dalam demo-demo di jalanan mencari suara dan dalam proses mengubah hubungan Islam dengan politik.

Parpol Berbasis Agama di Dunia dan Demokrasi

Bahkan di Irak, yang tidak memenuhi persyaratan demokrasi partai, pada pemilu 2005, Ayatollah Syiah, Ali Sistani – seorang pendukung daftar calon Syiah yang bersatu.

“Mengingatkan perempuan akan kewajiban agama mereka untuk memilih bahkan jika suami mereka melarang mereka.  Perlunya kemenangan elektoral dalam demokrasi , bukan reformasi agama, yang memaksa masyarakat masuk dalam politik identitas”

Politik identitas dijadikan lahan isu perpecahan antar partai Agama untuk memenangkan partai non-agama yang memainkan kata kunci agama untuk kepentingan elektoral.

Partai Aliran Konservatif Agama Kristen dan Ancaman Agama Islam

Poltik kepentingan Agama lebih kental dalam aliran konservatif, bahwa partai-partai konservatif seperti halnya sayap kanan di Belanda, yaitu Lijst Pim Fortuyn (LPF), Partij voor de Vrijheid (PVV), dan Forum voor Demokratie (FvD), meskipun sekuler, namun , ia menggunakan sentimen agama dan budaya Kristen untuk menggalang dukungan. Partai-partai ini membingkai narasi politik dengan sikap menentang Islam sebagai ancaman bagi Agama.

Hal yang sama juga ditemukan di partai Alternative for Germany (AfD). Identitas budaya dominan Kristen dalam masyarakat Jerman dimainkan melawan ancaman Islam, sesuatu yang populis di kedua negara.Sentimen anti-agama atau rasial tertentu juga dibawa oleh partai yang beraliran nasionalis sekuler.

Pengaruh Partai Agama dan Perdaban Dunia

Partai agama dan etnis menjadi watak kultur dan budaya yang tidak dipisahkan dari mayoritas penduduk sebuah negara.

“Bahwa gerakan populis menekankan agama Kristen sebagai identitas budaya dan peradaban, bukan agama” (Brubaker 2017).

Di Pakistan dan Israel, politik agama berperan dalam pembangunan bangsa. Tanpa Islam, tidak akan ada negara Pakistan. Tanpa orang Yahudi, tidak akan ada negara Israel. Tak heran, otoritas dan aktor agama di kedua negara ini berperan penting di sektor pemerintahan. Dengan karakteristik tersebut, partai politik sekuler juga akan menggunakan simbolisme agama dalam kancah politik kenegaraan.

Kajian yang menarik mengenai Partai agama dapat kita cermati dari Partai Agama Hindu di India. Bharatiya Jannati Party (BJP), partai politik berbasis agama terbesar di dunia. BJP atau Partai Rakyat India memiliki keanggotaan 180 juta. Ini membuat BJP, partai nasionalis Hindu, menjadi partai berbasis agama terbesar di dunia yang mempunyai kolabirasi ajaran Agama sebagai diktum Ideologi radikalis.

Ideologi Hindutva di India

Ada tiga ajaran utama Ideologi dan budaya Hindutva yaitu :

Pertama , Rashtra atau keterikatan pada satu dan satu tanah air.

Kedua jati atau keterikatan berdasarkan keturunan biologis dari nenek moyang zaman Veda.

Ketiga, Sansekerta atau keterikatan pada budaya dan peradaban Hindu. Seorang Hindu harus memenuhi ketiga unsur tersebut. Secara politik, Hindutva lahir untuk melawan dua hal, yaitu kolonialisme dan politik harmonisasi Islam-Hindu Gandhi.

Gerakan radikal Hindutva telah merusak ajaran hindu dalam kepentingan politik kebangkitan Hindu, yang bertujuan untuk mempersatukan umat Hindu dan memperkuat solidaritas antar kasta dalam masyarakat Hindu untuk melawan gelombang Islamisasi dan Kristenisasi.

“Jadi, gerkan Hindutva tidak lahir dari ajaran Hindu murni, tetapi lahir dengan konteks politik saat itu yang ingin melawan kolonialisme dan politik Gandhi, yang ingin membangun hubungan yang harmonis antara umat Hindu dan Muslim saat itu,” ( Fadhli Robbi, 2021 ).

BJP sendiri adalah sayap politik Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), sebuah gerakan yang dipengaruhi ketokohan Hindu Sarsanghchalaku anggota partai kader memiliki 1,8 juta kader aktif. Ada 40 ribu cabang untuk melawan kebijakan ramah minoritas dan anggota RSS berkuasa di negara bagian India.

Narendra Modi menjadi tokoh penggerak radikalisme mayoritas pemeluk agama Hindu. BJP memenangkan pemilu 2014 dan 2019 setelah dianggap sukses sebagai Grand Minister Gujarat. Strategi partai politik Agama Hindu BJP juga tidak menggunakan narasi Hindutva selama masa kampanye, sehingga menarik konstituen yang lebih besar.

Kampanye BJP juga didukung oleh basis massa akar rumput yang besar dan loyal dengan strategi patronase. Bahkan, pada tahun 2004, Masjid Shah Imam Jama, Syed Ahmed Bukhari mengundang pemilih Muslim untuk memilih BJP karena kecewa dengan status quo yang tidak menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat Muslim.

Namun nyatanya, penguatan identitas Hindu di bawah partai BJP berbasis agama juga mengurangi pengabdian dan pengakuan negara terhadap Muslim dan Kristen. Populasi umat Islam yang terjadi di India sebagai ancaman agama Hindu,  kepemimpinan BJP telah mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masjid-masjid di era Mughal menjadi kuil-kuil Hindu, mengubah status otonomi Jammu dan Kashmir menjadi Union Territory, dan menghapus kewarganegaraan Muslim yang telah lama tinggal di India.

Demokrasi dan Mayoritas Agama dalam Ideologi Parpol

Kasus India sebagai cermin warna demokrasi  Ideologi Parpol agama, bahwa kuatnya identitas mayoritas pemeluk agama Hindu di negara India menjadikan kekuasaan Parpol dalam pemerintahan dan ajaran agama untuk mengesampingkan hak-hak minoritas yang beragama, ras dan budaya yang berbeda dari mayoritas. Pada titik inilah populisme agama bertentangan dengan perlindungan minoritas.

Partai Agama Islam Berkuasa

Jika membandingkan dengan Tunisia Partai Politik agama Islam berkuasa digerakan oleh tokoh Rachid Ghannouchi muncul pada tema-tema Islam, politik Islam dan demokrasi. Setelah pengasingannya di London, pemikir dan aktivis oposisi rezim Ben Ali kembali ke Tunisia pada 2011.

Gerakan An-Nahdhah, sebuah gerakan yang membawa semangat perubahan politik Tunisia.Meski An-Nahdhah dibangun oleh mantan aktivis Jamaah al Islamiyah yang menyetujui Islamisme, namun sikap politik An-Nahdhah bersifat progresif. Ghannouchi yang dikenal sebagai seorang demokrat sejati, membawa An-Nahdhah bersikap akomodatif terhadap oposisi dan kelompok yang menentangnya. Partai ini juga berpihak pada, pemerataan kesejahteraan, pemenuhan hak-hak perempuan, kesetaraan gender, pluralisme politik dan kebebasan berpendapat.

Gerakan An-Nahdhah adalah contoh dari partai politik berbasis agama yang tindakannya menunjukkan bahwa :

” Identitas agama Islam bukanlah penghalang untuk implementasi partai politik progresif yang inklusif ”

Partai Politik Agama Kristen Berkuasa

Kalau kita membandingkan dengan Jerman, terdapat Parpol CDU adalah partai politik berbasis Kristen yang mendukung ekonomi pasar bebas. Berbeda dengan Partai Christian Social Union (CSU), CDU di bawah Angela Merkel mengambil langkah yang lebih moderat. Merkel sering mendorong toleransi dan koeksistensi.

“Sebelum dipimpin Merkel, CDU lebih konservatif. Merkel mengajak CDU untuk lebih berada di tengah. Nilai-nilainya adalah toleransi dan koeksistensi,”  (Ganjar Widhiyoga, 2021).

Banyak pengikut CDU yang tidak sepakat pengungsi Muslim masuk ke Jerman karena dapat mempengaruhi populasi umat beragama. Makanya mereka lebih memilih SPD (Partai Sosial Demokrat).

Mengapa Mayoritas Muslim Indonesia Tidak Mendominasi Partai Agama Islam?

Di Indonesia, partai politik berbasis agama Islam sudah ada sejak awal kemerdekaan. Setelah Reformasi, setidaknya ada enam partai berbasis agama, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Damai Sejahtera (PDS), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). dan Partai Bulan Bintang (PBB). Tak satu pun dari partai-partai ini menyerukan permusuhan terhadap minoritas agama.

Bahwa karakteristik fenomena partai politik berbasis agama di berbagai negara sangat dipengaruhi partai dengan Ketokohan Agama dan Politik yang sangat kuat, seperti hadirnya Riziek Sihab atau yang populer  Habib Riziek Sihab (HRS).

Riziek Shihab mampu menarik dukungan mayoritas Partai Politik Agama Islam dengan narasi mengusung platform politik Islam inklusif. Febomena Rizek Sihab sudah memasuki arena kegelisahan tokoh-tokoh  politik nasionalis sekuler dan kelompok partai agama Kristen konserfative. Gerakan Rizek Sihab tidak mempunyai kekekuatan partai politik berbasis agama Islam yang memiliki dukungan masyarakat yang besar seringkali dianggap sebagai ancaman negara.

Adapun Partai-Partai agama Islam di Indonesia selalu dikebiri, gagal memunculkan tokoh-tokoh politik Islam  karena berbagai alasan, anti demokrasi dan Pancasila, menciptakan politik identitas yang merugikan minoritas, dan bersifat diskriminatif. (AHM)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini