KNews.id – Jakarta – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, mengungkapkan bahwa pemanfaatan tanah bekas korupsi untuk program pembangunan 3 juta rumah bagi rakyat tergolong rumit.
“Sebenarnya itu agak rumit karena harus mengalami proses banding dan sebagainya,” ujarnya saat mengunjungi Rumah Khusus (Rusus) Kedungsari, Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025).
Fahri menambahkan bahwa Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) akan lebih fokus pada pembangunan dan renovasi rumah.
Politisi dari Partai Gelora ini mencontohkan strategi untuk mengatasi masalah perumahan dan permukiman di perkotaan dengan membangun rumah susun (rusun) serta merenovasi rumah yang tidak layak huni.
Meskipun tantangan tersebut ada, Fahri menegaskan bahwa pemanfaatan tanah bekas korupsi untuk program 3 juta rumah tidak sepenuhnya gagal. “Cuman, harus diserahkan dulu ke Dirjen Kekayaan Negara, nggak bisa langsung dipakai karena negara kita negara hukum,” tukasnya.
Dia juga menyebutkan bahwa sudah ada data mengenai tanah bekas korupsi yang dikumpulkan oleh Kejaksaan Agung, namun ia enggan memberikan rincian lebih lanjut.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait (30/12/2024), menyatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji dan menyusun regulasi terkait pemanfaatan tanah bekas korupsi.
“Tanah koruptor yang disita negara akan digunakan untuk perumahan rakyat. Asal sesuai aturan, itu yang akan dilakukan,” ujar Ara, sapaan akrabnya.
Maruarar juga menekankan bahwa ia didukung oleh ekosistem yang baik dalam upaya merealisasikan program perumahan rakyat.
Mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menambahkan, Presiden Prabowo Subianto telah meminta agar birokrasi dipangkas, tetapi tetap memperketat aturan.
“Jangan terlalu banyak birokrasi, tapi pegang aturan,” ucapnya.