Selain itu, ketersediaan lapangan kerja tidak sebanding dengan suplai tenaga kerja di pasar. Dengan berwirausaha, generasi muda bisa melakukan aktualisasi diri dan berkontribusi menjadi Agent of Development.
“Pertanyaannya, apakah Anda masih ingin menjadi job seeker? Atau mengubah mindset untuk menjadi job maker?” ujarnya.
Royke menjelaskan, kewirausahan khususnya UMKM merupakan motor pertumbuhan ekonomi nasional dilihat dari kontribusi UMKM terhadap Gross Domestic Product (GDP) atau produk domestik bruto yang mencapai 61,07% atau senilai Rp 8.574 triliun dengan jumlah UMKM di Indonesia mencapai 65,46 juta.
Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 96,9% atau 119,56 juta orang dan dari angka tersebut, 32,44% masuk ke ekosistem digital.
Di sisi lain, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional mencapai 15,69% atau senilai Rp 339,2 triliun.
“Potensi usaha rintisan untuk berkembang sangat terbuka lebar,” kata Royke.
Menurutnya, potensi tersebut bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksi tumbuh 4,5-5,5% di tahun 2023-2024 serta kebutuhan dari tren gaya hidup masyarakat yang meningkat.
Royke mencontohkan, literasi digitalisasi masyarakat yang telah mengakses internet mencapai 66,10% dan transisi ekonomi hijau bisa menghasilkan peluang usaha senilai USD 10,1 triliun serta 395 juta lapangan pekerjaan hingga 2030.