spot_img
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img

Di Tangan Beliau, Kini KS Berhasi Mencapai Sukses

KNews,id- Kesuksesan takkan pernah datang kepada orang yang takut melangkah. Juga kepada orang yang tidak berani menantang risiko. Orang yang takut melangkah akan sulit menangkap peluang.

Orang yang tidak berani mengambil risiko bakal susah mendapatkan momentum. Karena itu, jangan pernah takut untuk melangkah. Jangan pula takut untuk menjadi risk taker (pengambil risiko). Itulah filosofi yang senantiasa dipegang teguh Silmy Karim.

- Advertisement -

“Berhati-hati itu bagus. Tetapi, terlalu berhati-hati juga bisa berbahaya, karena ujung-ujungnya tidak akan melakukan apa-apa,” kata Silmy.

Karena prinsip itulah, Silmy Karim mengaku tak pernah gentar menghadapi setiap risiko, termasuk saat ditunjuk menjadi Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

- Advertisement -

“Harus jadi risk taker. Pemimpin tanpa keberanian, ya bukan pemimpin sungguhan,” tegas dia.

Bagi Silmy, inti keberanian mengambil risiko terletak pada penyerahan diri kepada Yang Maha Kuasa. Jika sudah berserah diri kepada-Nya, apa pun hasil dari setiap risiko yang diambil adalah bagian dari skenario Tuhan.

- Advertisement -

“Kita nggak perlu takut terhadap apa yang akan kita hadapi. Yang penting, jangan merendahkan Tuhan dan ikuti aturan,” ujar mantan Direktur Utama PT Barata Indonesia (Persero) dan PT Pindad (Persero) itu.

Silmy mafhum bahwa memimpin BUMN sebesar Krakatau Steel (KS) tidaklah mudah. Apalagi KS berstatus perusahaan publik yang sahamnya tercatat di bursa (listed company). Terlebih emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak November 2010 dengan sandi saham KRAS itu punya utang yang sangat besar, hampir US$ 2,8 miliar.

“Saya sih berupaya untuk tidak ‘aneh-aneh’ aja. Maksudnya, lempeng saja dan fokus kepada pekerjaan. Kalau kita bertanggung jawab dan berani mengambil keputusan, apa yang kita pegang pasti ada hasilnya,” papar ayah empat anak yang menakhodai KS sejak 6 September 2018 tersebut.

Silmy Karim pun sadar bahwa perusahaan pelat merah punya tantangan dan risiko yang berbeda dengan perusahaan swasta.“Prinsipnya jangan ‘ngambil’, itu aja. Seandainya ada ‘apa-apa’, padahal kita sudah berbuat baik, ya udah risikonya. Kenapa? Kalau ingin nikmatnya aja, nggak usah jadi dirut BUMN,” tandas dia.

Eksekutif kelahiran Tegal, 19 November 1974, ini juga percaya bahwa nilai-nilai religius bisa diterapkan di korporasi, terutama untuk tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).

“Sebenarnya batasan GCG itu ada di hati kita, kok. GCG kan bisa dikelabui. Tapi kalau sudah ada di hati kita, otomatis akan tertata dengan sendirinya,” tutur pria yang pernah berkarier di Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut.

Apa saja terobosan Silmy Karim di KS? Apa pula obsesinya? Kapan KS bisa ‘terbang’? Benarkah Silmy sedang menjalankan misi ‘cuci piring’? Berikut petikan lengkapnya:

Apa sebetulnya tugas yang diamanatkan kepada Anda?

Ibu Rini (eks Menteri BUMN Rini Soemarno) minta saya beresin industri di BUMN. Saya ingin urusan KS cepat selesai.

Anda sudah tahu ‘dapur’ KS sebelum masuk?

Saya kan dulu di Pindad (PT Pindad), sebelumnya di Barata (PT Barata Indonesia). Saya juga pernah di BIN, BKPM, dan Kemenhan. Sebelum itu, saya pernah berkarier di perusahaan multinasional. Kalau masalah surprise, setiap hari sih ada. Sekarang aja kadang-kadang masih kaget. Ada yang bertanya, hidup lu udah enak, tapi kok kemudian masuk ke area ruwet dan berisiko. Ya nggak apa-apa lah. Saya enjoy aja meski dibilang saya disuruh ‘cuci piring’.

Jadi, Anda diplot sebagai ‘pencuci piring’?

Saya nggak mau terlalu pede (percaya diri). Problem solver itu kan artinya diharapkan memberikan kontribusi. Ya dijalanin saja. Saya nggak pernah berpikiran seperti itu. Kebetulan di BUMN, pertama saya disuruh beresin Pindad. Memang hasilnya cepat, sukses, maju. Terus, saya dipindahin lagi, juga begitu.

Apa kuncinya?

Saya sih selalu berupaya untuk tidak ‘aneh-aneh’ aja. Maksudnya, lempeng saja dan fokus kepada pekerjaan. Kalau bertanggung jawab dan mengambil keputusan, apa yang kita pegang pasti ada hasilnya. Mengambil keputusan juga jangan serampangan. Saya tuh kalau kondisinya udah bagus, nggak akan saya utak-atik.

Misalnya sebelum saya sudah bagus nih maka saya diemin aja. Ada kan pimpinan baru masuk, asal baru, asal ganti. Saya nggak seperti itu. Saya lihat, mana nih yang lemah, oh di sini. Oke, saya kuatin di situ. Setiap orang pasti punya kelebihan. Jangan dipikir kita doang yang punya kelebihan, orang lain juga punya kelebihan. Saya belajar kepada banyak orang, kepada siapa saja, termasuk kepada sopir saya.

Inti sari yang Anda petik selama berkarier di BUMN?

Ketika saya memulai karier secara profesional, di multinational company, juga sebagai pengusaha, ada satu hal yang tidak saya dapatkan, yaitu manfaat yang besar bagi banyak orang. Kalau bekerja di BUMN atau negara, kita bisa memberikan manfaat lebih banyak kepada masyarakat, bangsa, dan negara, itu perbedaannya dengan di swasta. Mengelola perusahaan sendiri juga terbatas. Tapi pada akhirnya ini soal pilihan.

Filosofi hidup Anda?

Saya sih simpel saja. Setiap manusia kan ada lakonnya. Kita nggak perlu takut terhadap apa yang akan kita hadapi. Jangan takut melangkah, jangan terlalu itung-itungan ketika menghadapi risiko. Berhati-hati itu bagus. Namun, terlalu berhati-hati juga bisa berbahaya. Kalau terlalu berhati-hati, kita tidak akan melakukan apa-apa.

Kita bisa kehilangan peluang dan momentum. Ujung-ujungnya sulit mencapai keberhasilan. Kita harus berani menantang risiko jika ingin berhasil. Yang penting, jangan merendahkan Tuhan dan ikuti aturan. Kalau semua sudah dijalankan, santai aja, tak punya beban. Diberhentikan, dipromosikan, itu bagian dari rencana Tuhan. Kita diberi lakon, tetapi nggak tahu ujungnya apa.

Gaya kepemimpinan Anda?

Saya selalu coaching. Di BUMN sebesar ini, nggak mungkin saya kontrol semua. Saya juga turun ke bawah. Cuma, itu bagian dari pembinaan. Saya melakukannya secara random, sesuai kebutuhan saja. Kalau sekarang kebutuhannya restructuring, ya fokusnya ke situ. Setiap orang ketika diberi tugas harus bisa memberikan nilai tambah. Masa saya di sini perfomance-nya begitu-begitu aja, tidak menyelesaikan masalah? Saya bukan tipe pejabat penikmat. Saya terbiasa hari Minggu bekerja.

Siapa panutan Anda di bidang manajerial?

Saya belajar dari para senior, misalnya Pak Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang). Saya juga banyak belajar dari Pak Sjafrie Sjamsoeddin (mantan Wakil Menteri Pertahanan), terutama cara-cara mengambil keputusan penting.

Beliau sudah seperti abang dan orang tua saya, terlepas dari masalah politik. Dalam soal optimisme, cara pemaparan dan berbicara, saya belajar dari Pak Gita Wirjawan (mantan Menteri Perdagangan/mantan Kepala BKPM). Itu salah satu orang terpintar.

Beliau bos saya waktu di BKPM. Bahasa Inggrisnya sempurna, lebih bagus dari orang Inggris. Kalau yang saya pelajari di buku, ya Bung Karno (Soekarno) dan Pak Harto (Soeharto). Bung Karno punya pikiran-pikiran besar. Pak Harto juga mantap. Terlepas dari kekurangan mereka, kan banyak sisi positifnya.

Dukungan keluarga Anda?

Fine-fine saja. Sekarang kan teknologi sangat membantu. Anak-anak saya ada di luar negeri. Ada WhatsApp dan segala macam. Jadi, saya bisa berkomunikasi dengan mereka setiap saat, walau tidak bertemu langsung. Anak saya empat.

Obsesi Anda?

Jalanin aja. Sekarang sih saya ingin KS untung. Itu aja dulu. (Ade)

 

Sumber: InvestorDaily

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini