Masinton menegaskan bahwa masyarakat harus tetap taat pada konstitusi, di mana Pemilu digelar lima tahun sekali. Jika memang perlu penundaan, ia lagi-lagi menekankan harus ada kajian yang mendalam.
“Menurut saya kita kembali saja pada semangat konstitusi. Harus ada kepastian dalam ketatanegaraan kita. Tidak boleh dasar pertimbangan yang tidak kuat, untuk dijadikan dasar untuk merubah ketatanegaraan kita. Pemilu kan per 5 tahun, maka harus ada argumentasi kuat kalau mau ditunda,” tegasnya.
Jika sudah ada argumen yang memang dirasa sudah kuat, lantas dasar itu diuji ke publik terlebih dahulu. Ia mengingatkan bahwa jika perpanjangan masa jabatan Presiden nekad diperpanjang, Jokowi bisa bernasib seperti Suharto.
“Kalau dipaksakan bisa seperti Suharto dulu, 1997 pemilu, dan kemudian 1997 juga pak Harto diangkat sidang MPR. Kemudian sejak pak harto dilantik di sidang MPR, muncul krisis ekonomi, berpuncak pada krisis politik dan gerakan mahasiswa menduduki DPR dan 21 Mei pak Harto menyatakan berhenti. Kita nggak ingin pengulangan sejarah terjadi pada pak Jokowi,” tuturnya.