spot_img
Jumat, Maret 29, 2024
spot_img

Aset Keuangan Syariah Indonesia Kalah dari Malaysia, La Tahzan ya!

KNews.id- Pangsa pasar industri keuangan syariah Indonesia ternyata masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga, terutama Malaysia. Hal ini disebabkan oleh tingkat inklusi keuangan syariah yang masih rendah ditambah sumber daya di industri keuangan syariah yang masih jadi tantangan ke depan bagi pada pemangku kepentingan.

Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), bank hasil gabungan tiga bank syariah BUMN, Hery Gunardi menyatakan bank syariah relatif masih unggul ketimbang perbankan konvensional dari sisi pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga yang mampu tumbuh dua digit saat pandemi Covid-19.

- Advertisement -

“Pertumbuhan perbankan syariah dalam 4 tahun cukup baik, dari pertumbuhan aset, pembiayaan, DPK. Rata-rata tumbuh double digit, kecuali pembiayaan,” kata Hery, dalam pemaparan secara virtual di forum IAEI, Selasa (29/12/2020).

Namun, jika dilihat dari pangsa pasar atau market share bank syariah masih kecil, yakni 6,81% dari total perbankan. Indonesia dengan jumlah penduduk mayoritas muslim ternyata produk keuangannya masih didominasi produk keuangan konvensional.

- Advertisement -

“Indonesia merupakan negara penduduk Muslim terbesar, tapi market share masih sangat kecil di bawah 7%. Malaysia 25-30%, Timur Tengah sudah di atas 60%. Ini PR kita semua,” kata Hery melanjutkan.

Oleh sebab itu, kata mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ini, Indonesia bisa mengambil peluang tersebut.

- Advertisement -

“Potensi bisnis halal ini sangat besar, dan mudah mudahan merger bisa mencitakan bank syariah yang kuat, besar, yang bisa memenuhi kebutuhan industri halal di Indonesia,” bebernya.

Lantas apa yang menyebabkan gap pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia?

Dari beberapa studi, ternyata indeks literasi bank syariah di Indonesia masih sangat kecil, termasuk inklusi keuangan syariah yang masih di bawah 10%, sedangkan keuangan konvensional sudah 40% dengan tingkat inklusi keuangan 75,3%.

“Ada gap yang harus kita kejar, sehingga menjangkau makin banyak masyarakat Indonesia di perbankan syariah. Ini jadi salah satu kendala rendahnya tingkat pertumbuhan jumlah rekening,” tandasnya.

Sebagai perbandingan, data terbaru disampaikan dalam Laporan Perkembangan Keuangan Islam 2020 (2020 Islamic Finance Development Report) yang dirilis 9 Desember oleh Refinitiv dan Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD).

Dalam laporan itu, aset keuangan Islam global diperkirakan mencapai US$ 3,69 triliun pada tahun 2024, sementara peringkat Indonesia di industri keuangan global Islam juga merangsek paling tinggi ke posisi 2 di tahun ini, dari tahun sebelumnya di posisi empat dunia.

Menurut laporan tersebut, yang aset keuangan Islam global meningkat 14% year-on-year dengan total US$ 2,88 triliun pada 2019. Menurut laporan itu, lima negara maju teratas dalam kaitannya dengan keuangan Islam adalah Malaysia, Indonesia, Bahrain, UEA (Uni Emirat Arab), dan Arab Saudi.

Tahun ini, Indonesia menunjukkan salah satu peningkatan paling menonjol dalam Indikator Pengembangan Keuangan Islam (Islamic Finance Development Indicator/IFDI), naik ke posisi kedua untuk pertama kalinya karena peringkat pengetahuan dan kesadarannya yang tinggi akan keuangan Islam. Posisi Indonesia naik di posisi 2 di tahun ini, dari peringkat 4 di tahun 2019. Nomor satunya siapa, la tahzan ya (jangan sedih), Malaysia maning. (Ade)

Sumber: CNBCIndonesia

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini