spot_img
Senin, April 29, 2024
spot_img

Utang, Ancaman Mahfud untuk Tommy Soeharto Cs

KNews.id- Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akhirnya memanggil Hutomo Mandala Putra atau dikenal Tommy Soeharto, putra bungsu mendiang Presiden Soeharto, terkait dengan penyelesaian hak tagih negara dana BLBI senilai Rp 2,61 triliun.

Dalam pengumuman yang dipublikasi di media massa, pemanggilan ini ditujukan kepada Tommy Soeharto, Pengurus PT Timor Putra Nasional, dan Ronny Hendrarto Ronowicaksono.

- Advertisement -

BLBI merupakan dana darurat yang disuntik pemerintah kepada bank swasta dan BUMN pada akhir tahun 1997 hingga awal 1998. Dana tersebut dibagikan oleh pemerintah ketika penutupan 16 bank pada tahun 1997 memicu serbuan para deposan Indonesia yang takut kehilangan tabungan mereka jika bank yang mereka gunakan ditutup.

Karena ancaman semua bank rentan akan kolaps apabila semua deposan tiba-tiba memutuskan untuk menarik simpanannya, akhirnya pemerintah memberikan bantuan likuiditas.

- Advertisement -

Situasi ini diperparah akibat devaluasi rupiah, meninggalkan bank-bank tersebut tanpa arus kas yang memadai untuk membayar para deposan. Biaya awal BLBI mencapai Rp 144,5 triliun.

Salah satu di antaranya adalah bank milik anak mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau yang lebih dikenal sebagai Tommy Soeharto.

- Advertisement -

Bank Pesona Utama milik Tommy memperoleh dana bantuan likuiditas senilai Rp 2,33 triliun.

Secara rinci, setidaknya ada 10 yang disebutkan yakni:

  1. BDNI milik Sjamsul Nursalim memperoleh Rp 37,04 triliun
  2. Bank BCA milik Liem Sioe Liong memperoleh 26,59 triliun
  3. Bank Danamon milik Usman Admadjaja memperoleh 23,05 triliun
  4. Bank Umum Nasional milik Bob Hasan dan Kaharudin Ongko memperoleh 12,06 triliun
  5. Bank Indonesia Raya perusahaan publik (Bambang Winarso) memperoleh Rp 4,02 triliun
  6. Bank Nusa Nasional milik Aburizal Bakrie memperoleh Rp 3,02 triliun
  7. Bank Tiara Asia perusahaan publik (HR Pandji M. Noe) memperoleh Rp 2,97 triliun
  8. Bank Modern milik Samadikun Hartono memperoleh Rp 2,55 triliun
  9. Bank Pesona Utama milik Hutomo Mandala Putra memperoleh 2,33 triliun
  10. Bank Asia Pacific memperoleh 2,05 triliun

Kesepuluh Bank tersebut memperoleh dana BLBI senilai total Rp 115,71 triliun.

Meskipun tujuan utama BLBI adalah untuk memastikan para deposan dapat memperoleh kembali tabungannya, Jacqueline Hicks dalam bukunya, ‘The Politics of Wealth Distribution in Post-Soeharto Indonesia: Political Power, Corruption and Institutional Change’ (2004), mengungkapkan bahwa dana tersebut banyak disalahgunakan oleh para pemilik bank yang menggunakannya untuk menuangkan ke dalam kerajaan bisnis mereka yang runtuh.

Ada juga laporan pemilik bank yang menggunakan dana BLBI untuk spekulasi dolar dan mentransfernya ke luar negeri, sehingga memperparah devaluasi rupiah. Mengutip berbagai sumber dan pemberitaan media massa, Bank milik Tommy tersebut awalnya bernama Bank Pesona Kriyadana yang lahir dari merger tiga bank yang berasal dari tiga kota yang berbeda yakni Bank Kota Asri (Surabaya), Bank Parahyangan Ekonomi (Bandung) dan Berdjabat Banking Corp (Jakarta) pada 20 Mei 1974

Nama bank hasil merger itu dinamakan Overseas Express Bank, atau disingkat OEB. OEB kemudian melakukan merger beberapa kali lagi dengan bank lain. Tercatat, pada era 1980-an, bank ini terus tumbuh, setelah sahamnya diambil alih (50%) oleh Bank Indonesia pada April 1980 dan sisanya dimiliki oleh investor lain.

Pada tahun 1991, OEB pun diakuisisi dan berpindah tangan ke grup Humpuss (Tommy Soeharto) dan Arseto (Sigit Harjojudanto) sebanyak 70% (dengan harga diperkirakan Rp 170 miliar).

Mereka kemudian menyuntikkan dana sebesar Rp 400 miliar ke bank tersebut, dengan sisa 30%-nya diakuisisi oleh Mamiek Soeharto. Pasca akuisisi oleh anak-anak Presiden Soeharto, bank tersebut kemudian berganti nama baru menjadi Bank Utama pada tanggal 18 Agustus 1992.

Pada akhirnya, setelah segala upaya dilakukan termasuk memberikan tambahan BLBI hingga mencapai Rp 2.334.896.340.396, Bank Pesona kemudian diputuskan untuk dibekukan menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) pada 13 Maret 1999, dan berakhirnya riwayat bank yang tiga kali berganti nama itu kemudian ditegaskan dengan likuidasi bank pada 27 April 2004.

Utang Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, putra bungsu mendiang Presiden Soeharto, kepada negara karena terkait skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 2,6 triliun ternyata dianggap masih kecil. Bahkan nilai utang tersebut ada yang lebih besar lagi mencapai belasan triliun rupiah. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD secara virtual, Rabu (25/8)

“Adapun Tommy Soeharto utangnya sampai saat ini, berdasarkan perhitungan terkini, bisa berubah nanti setelah Tommy datang adalah Rp 2,6 T. Di atas itu banyak yang utangnya belasan triliun, ada Rp 7-8 triliun,” jelasnya.

Skandal BLBI telah menyeret sebanyak 48 obligor dan debitur dengan nilai sebesar Rp 111 triliun. Pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengejar obligor tersebut, dipimpin oleh Rionald Silaban yang juga merupakan Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan.

“Terkait BLBI maka perlu kami tegaskan yang diundang itu adalah semua, sekitar 48 obligor dan debitur yang punya utang ke negara sebesar Rp 111 triliun, jadi jangan salah bahwa ini hanya Tommy Soeharto,” ungkapnya.

Satgas telah memetakan lokasi para obligor dan debitur. Ada di Jakarta, Medan, Bali hingga Singapura. Bila tidak koorperatif maka akan masuk ke prosedur selanjutnya.

“Semua dipanggil dan semua harus membayar ke negara karena ini uang rakyat. Rakyat ini sekarang sedang susah. Mereka ndak dapat apa-apa, sudah gitu utangnya kepada mereka di atas namakan negara itu gak dibayar itu gak boleh,” pungkasnya.

Mahfud memastikan seluruh obligor dan debitur yang terlibat skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan dipidana bila tidak membayar utang.

“Saya sudah bicara ke aparat hukum dan KPK, Jaksa Agung, Kapolri. Bahwa kalau pengutang ini mangkir, itu bisa saja kasus ini, meski kami selesaikan secara perdata bisa ini menjadi kasus pidana,” ujar Mahfud. (Ade/cnbc)

Berita Lainnya

Direkomendasikan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Ikuti Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti

Terpopuler

Terkini